Rabu, 29 April 2009

Rangsangan Puting Susu (Niple Stimulation)

Kembali sebuah judul postingan yang kalau nggak dibaca isinya hororhttp://emo.huhiho.com banget kesannya. Tulisan ini teinspirasi dari pasien yang hamilnya sudah lewat dari hari perkiraan lahir. Saat dilakukan KTG, dilakukan juga niple stimulation.Untuk melihat apakah rahimnya sudah sensi serta kemampuan bayi menahan gempuran kontraksi persalinan.

Saat dilakukan niple stimulation tersebut ternyata kontraksinya timbul, kemudian hilang. Maka selanjutnya pada pasien tersebut disuruh melakukannya sendiri dirumah. Besoknya pasien datang kembali dalam keadaan inpartu (akan bersalin), dan persalinannya berlangsung normal.

Niple stimulation sebetulnya merupakan cara induksi (merangsang) persalinan secara alami. Tehnik ini juga bisa mempercepat/memperkuat kontraksi yang sudah ada (akselerasi/augmentasi persalinan). Saat dilakukan niple stimulation, akan keluar hormon yang namanya Oksitosin, yaitu suatu hormon yang menyebabkan kontraksi rahim, yg dilepaskan oleh tubuh saat payudara dirangsang, Nama lain dari hormon ini adalah LOVE HORMONE, karena hormon ini jelas saja akan banyak keluar saat ML.

Setelah bayi lahir, lepasnya oksitosin sangat berguna untuk pengeluaran plasenta dan mencegah perdarahan paska peersalinan. Disinilah letak rahasianya IMD (inisiasi menyusui dini). Saat nifas hormon ini akan terus keluar dengan rangsangan isapan bayi (atau bapaknya he he he), yang berguna untuk mengecilkan rahim ke ukuran awal sebelum hamil yang dikenal dengan istilah involusi rahim. Jika proses involusi tidak sempurna, maka akan terjadi perdarahan paska melahirkan (hemorrhagia post partum=HPP), suatu kondisi yang sangat berbahaya (life threatening)

Nipple stimulation dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
* Breast pump (pompa payudara)
* Tangan (terutama tangan orang lain/partner jauh lebih baik ketimbang tangan sendiri)
* Dengan mulut (bayi atau partner)http://emo.huhiho.com
* Shower hangat yang "ditembakkan" ke arah payudara (hati2 yg hamil muda saat mandi dg shower)

Agar oksitosin bisa keluar, maka rangsangan yang dilakukan harus menyerupai isapan bayi. Saat bayi mengisap puting (suckling), bayi tidak hanya menyedot puting, melainkan "ngemut" daerah hitam (yang masih gadis bisa aja warnanya pink hi hisembah) berbentuk lingkaran disekeliling puting yang disebut areola. Emutan ini lebih mirip suatu gerakan massage.

Nipple stimulation bisa memberikan efek yang kuat, mirip seperti oksitosin buatan (sintetis) yang sering dipakai saat induksi persainan. Karena itu tidak boleh sembarangan rangsang-merangsangnya, terutama buat merangsang persalinan.

Berikut rekomendasi pelaksanaan rangsang-merangsangnya :
* Jangan sekaligus dua payudara yang dirangsang (Only one at a time)
* Rangsang hanya 5 menit, kemudian tunggu 15 menit untuk melihat reaksinya, sebelum melanjutkan lagi.
* Jangan merangsang payudara saat rahim sedang kontraksi.
* Jangan rangsang jika kontraksi sudah tiap 3 menit atau lama kontraksi (durasi) sudah mencapai 1 menit.

Namun demikian walaupun ini cara yang alami, tetap konsultasikan dengan spog masing2. Karena tidak semua kehamilan bisa dilakukan rangsangan alami seperti ini. Yang pasti kehamilannya harus memenuhi syarat untuk dilahirkan normal (pervaginam). Jika tidak memenuhi syarat (misalnya panggul sempit, anak besar, posisi bayi melintang, ari2 menutupi jalan lahir dll) maka tidak boleh dilakukan rangsangan.

Ibu2 yang pernah memakai metode ini mengatakan metode yang paling mudah dan nyaman adalah dengan mempergunakan breast pump. Dianjurkan juga mempergunakan lubrikan (pelincir) agar payudaranya nggak lecet, bagi yang merangsangnya mempergunakan tangan. Selamat rangsang - merangsang....:sinchan

Selasa, 28 April 2009

Flu Babi

Flu Babi atau Swine Flu/Influenza adalah penyakit saluran pernafasan pada babi, yang disebabkan virus influenza jenis A. Virus flu ini menyebabkan kesakitan yang berat pada babi tetapi angka kematiannya rendah. Virus ini (type A H1N1 virus) pertama kali di isolasi dari babi pada tahun 1930.

Seperti semua virus influenza, virus flu babi berubah secara konstan. Babi bisa terinfeksi virus avian influenza (virus flu burung) dan virus flu manusia. Jika berbagai virus ini menyerang babi, maka virus ini akan mampu membentuk spesien2 virus baru, yang merupakan gabungan virus avian, manusia dan swine. Sampai saat ini sudah berhasil diisolasi sebanyak 4 sub-type A: H1N1, H1N2, H3N2, and H3N1. H1N1 merupakan virus jebis baru yang baru saja ditemukan pada babi.

Virus Swine flu sebetulnya secara normal tidak menginfeksi manusia. Namun secara sporadis dilaporkan adanya infeksi virus ini pada manusia seperti yang terjadi di US dan mexico. Seringnya orang yang terkena adalah orang2 yang bekerja pada peternakan/industri yang berhubungan dengan babi. Juga dilaporkan adanya penyebaran antar manusia.

Dahulu CDC menerima laporan hanya 1-2 kasus flu ini setiap 1 sampai 2 tahun. tetapi sejak Desember 2005 s/d Februari 2009, 12 kasus telah dilaporkan. Bahkan dalam bulan April 2009 dilaporkan terjadi kejadian luar biasa (out break) seperti tabel dibawah.

Negara ↓ Laboratorium Konfirmasi cases ↓ Kasus lain yg mungkin ↓ Jumlah kematian ↓
Mexico 172 1,995 152
United States 50 212+ 0
Canada 6 28+ 0
United Kingdom 2 21 0
Spain 1 39 0
New Zealand 0 67 0
Australia 0 40 0
Colombia 0 12 0
Brazil 0 11 0
Chile 0 8 0
Switzerland 0 5 0
Denmark 0 4 0
Ireland 0 4 0
Czech Republic 0 3 0
Poland 0 3 0
France 0 3 0
Guatemala 0 3 0
Israel 0 2 0
South Korea 0 2 0
Argentina 0 1 0
Costa Rica 0 1 0
Peru 0 1 0
Russia 0 1 0
Norway 0 1 0
Total 231 2,467 152
Gejala swine flu pada manusia mirip dengan gejala virus influenza manusia berupa: demam, pegel2, lemes, hilang nafsu makan, dan batuk. Beberapa pasien yang terkena swine flu mengeluhkan pilek, sakit tenggorokan, mual, muntah dan diare.

Virus swine influenza tidak ditularkan melalui makanan. Memasak makanan sampai suhu 160°F akan mematikan virus ini. Virus influenza bisa menular dari babi ke manusia atau sebaliknya. Infeksi pada manusia terjadi terutama jika berada dekat2 babi yang terinfeksi seperti berada dalam kandang babi dll. Infeksi dari manusia ke manusia lain juga bisa terjad, mirip sperti flu manusia, yaitu melalui bersin atau batuk. Bisa juga lewat sentuhan tangan, kemudian tangan tersebut menyentuh mulut atau hidung.

Untk mendiagnosis infeksi swine influenza, dibutuhkan koleksi spesimen dari saluran nafas dalam 4-5 hari pertama. Spesimen ini8 kemudian diperiksakan di Laboratorium.

Ada 4 macam obat antivirus yang beredar di AS untuk mengobati influenza: amantadine, rimantadine, oseltamivir san zanamivir. Pada umunya virus swine influenza masih mempan dengan obat2 ini. Tetapi hasil isolasi virus swine terbaru dari manusia didapatkan resisten terhadap amantadine dan rimantadine. Sehingga saat ini obat yang dianjurkan untuk mengobati serta mencegah swine influenza adalah oseltamivir atau zanamivir.

Untuk pencegahan BACA INI
Download leafletnya DISINI
Sumber CDC

Minggu, 26 April 2009

Kehamilan dengan Asma Bronkhial

Asma merupakan penyakit paru yang paling sering dijumpai pada kehamilan. Banyak wanita yang khawatir tentang perubahan2 tubuh selama hamil dapat memicu serangan asma atau adakah efeknya pengobatan asma terhadap bayi. Dengan pengobatan asma yang baik, maka hamil umumnya akan normal serta dapat melahirkan bayi secara normal juga. Pengobatan asma selama hamil akan sangat sukses jika bumil mendapatkan pengobatan yang pengobatan secara teratur.

Berat ringannya serangan asma saat hamil berbeda-beda pada setiap wanita. Saat hamil, asma memburuk pada 1/3 penderitanya, membaik 1/3 nya dan tetap stabil pada 1/3 nya lagi.

Pola lainnya yang berhasil diamati adalah:
* Pada yang asmanya memburuk, peningkatan gejala sering terlihat pada usia kehamilan sekitar 29 dan 36 minggu.
* Asma biasanya membaik dalam blan2 akhir kehamilan.
* Persalinan da kelahiran jarang memperburuk asma.
* Pada yang asamanya membaik, prosesnya berlangsung bertahap selama kehamilan.
* Beratnya gejala asma pada kehamilan I akan sama saja dengan hamil selanjutnya.

Secara umum, wanita dengan asma dan bayinya tidak memiliki komplikasi kehamilan. Dibandingkan dengan wanita yang tidak punya asma, maka wanita dengan asma sedikit lebih memiliki risiko kelainan sbb:
* Tekanan darah tinggi atau preeklampsia
* Persalinan kurang bulan
* Persalinan dengan cesar
* Ukuran bayi yang lebih kecil dibanding usia kehamilan

Selama hamil, penanganannya dilakukan bersama antara dokter paru atau internist dengan SpOG . Untuk memonitor pertumbuhan bayi, penting sekali memastikan hari perkiraan lahir. Jika Haid terakhir (HPHT) tidak ingat, maka harus dilakukan USG pada TM untuk memastikan kehamilan, karena mengukur usia kehamilan di TM I adalah saat yg paling akurat. Jika ibu mendapatkan terapi kortikosteroid, maka USG dilakukan setiap 4 minggu guna memonitor perkembangan bayi.

Pengobatan asma pada wanita hamil, mirip dengan pengobatan wanita yang tidak hamil. Terapi asma selama kehamilan memliki beberapa komponen utama, yang akan sangat berhasil jika dikombinasikan

Memantau fungsi paru ibu dan kesejahteraan janin. Fungsi paru dapat diukur dengan alat sederhana yang namanya Peak Expiratory Flow Rate (PEFR). Sedangkan kesejahteraan janin diperiksa dengan USG dan KTG.

Langkah selanjutnya adalah menghindari diri dari faktor2 yang mencetus asma (zat alergi=alergen) dan iritan, seperti debu rumah, asap rokok, bau parfum yang keras, dan polutan. Lapisi kasur dan bantal dengan dengan sprei khusus sehingga terhindar dari debu tungau.

Obat2an yang dipakai sama dengan pada yang tidak hamil. Secara umum obat inhalasi sangat dianjurkan, karena obat bersifat lokal, sehingga efeknya sangat minimal terhadap ibu dan janin.

Masih belum terdapat cukup bukti akan keamanan obat asma terhadap kehamilan. Namun pemakaiannya selama bertahun2 memperlihatkan tidak adanya hal2 yang membahayakn ibu dn janin.

Jenis2/golongan obat asma :
Bronkhodilator (membuka/melebarkan saluran nafas) — contohnya albuterol (Proventil®, Ventolin®), metaproterenol (Alupent®), terbutaline, salmeterol (Serevent®) dan formoterol (Foradil®).

Glukokortikoid — Obat ini secara empiris aman buat ibu dan bayi. Contohnya seperti prednison tablet dan obat inhalasi seperti beclomethasone (Beclovent®, Vanceril®, dan lainnya), triamcinolone (Azmacort®), flunisolide (AeroBid®), budesonide (Pulmicort®), dan fluticasone (Flovent®).

Theophylline — Theophylline (Slo-bid®, Theo-Dur®, dan lainnya) oabt ini juga aman, tetapi akhir2 ini penggunaannya agak jarang karena adanya inhalasi glukokortikoid, karena lebih efektif serta efek sampingnya yang lebih rendah.

Cromolyn sodium —sama halnya dengan Theophylline kalah bersaing dengan inhalasi glukokortikoid.

Leukotriene modifier — contohnya zafirlukast (Accolate®), montelukast (Singulair®), dan zileuton (Zyflo™).

Antihistamin — Walaupun bukan obat asma secara langsung, obat ini berfungsi menghilangkan reaksi alergi yang menimbulkan asama misalnya diphenhydramine (Benadryl®), chlorpheniramine (Chlor-Trimeton® dan lain-lain), loratadine (Claritin®), fexofenadine (Allegra®), dan cetirizine (Zyrtec®).

Dekongestan — bukan untuk mengobati asma, tetapi berfungsi menghilangkan reaksi alergi terhadap jalan nafas atas seperti hidung tersumbat dll contohnya Pseudoephedrine (Sudafed®).

Terapi Immun — Terapi imun berupa desensitisasi, penyuntikan alergen secara berulang-ulang, yang gunanya mengurangi sensitifitas seseorang ter5hadap alergen. Pengobatan ini aman buat wanita hamil.

Obat2an untuk persalinan seperti oksitosin dapat diberikan pada wanita hamil dengan asma. Jika dibutuhkan anestesi maka sebaiknya mempergunakan epidural anestesia, karena anestesi tipe ini mengurangi kebutuhan oksigen.

Jika terpaksa dibutuhkan anestesi umum seperti keadaan yang sangat emergensi sekali, maka dianjurkan memakai obat anestesi umum yang memilki efek melebarkan saluran nafas (bronkodilator.

Vanishing Twin

Vanishing Twin kalau diterjemahkan artinya kurang lebih kembar yang hilang/lenyap. Hilangnya terjadi saat didalam perut. Dimana awalnya saat USG pertama janin dikatakan kembar, saat kontrol pada bulan-bulan berikutnya hanya tinggal satu saja.Vanishing twin bisa menimbulkan gejala-gejala pada ibunya, sehingga ada istilah Sindroma Vanishing Twin.

Kelainan ini pertama kali diketahui pada tahun 1945. Hal ini terjadi akibat matinya/abortus salah satu kembar. Jaringan janin yang mati kemudian diserap oleh janin yang masih bertahan, plasenta atau ibu. Sehingga kesannya janinnya menghilang (vanish)

Dahulu sebelum ada USG, diagnosa Vanishing Twin dapat diketahui dengan cara pemeriksaan plasenta bayi yang dilahirkan (patolog). Sekarang dapat dengan mudah diketahui sat USG di awal kehamilan terdiagosis dua janin (kembar) dan pada saat kontrol selanjutnya ternyata janinnya tinggal satu.

Diagnosisnya semakin sering, karena adanya penggunaan USg di awal kehamilan. Angka kejadiannya diperkirakan sekitar 21-30% dari kehamilan kembar. Penyebabnya sering tidak diketahui. HAsil analisa plasenta dan jaringan janin sering memperlihatkan adanya kelainan/abnormalitas kromosom, sementara janin yang bertahan biasanya normal. Implantasi tali pusat yang tidak normal, juga bisa jadi penyebab.

Jika kejadiannya di TM I,baik ibu maupun janin yang tinggal/hidup biasanya tidak memperlihatkan gejala/tanda2 klinis. Prognosis janin yang tinggal biasanya sempurna, tetapi tergantung pada faktor2 yang menyebabkan matinya janin yang satunya. Jika kejadian nya pada TM II atau III, terjadi peningkatan risiko janin yang tinggal. Hal ini berupa risiko Cerebral Palsy dan ancaman terhadap kelangsungan kehamian.

Jika kematian janin terjadi Setelah periode embryonik (8 minggu), air dalam jaringan kembaran, cairan ketuabn, dan jaringan plasentanya akan diserap. Hal ini akan menyebabkan gepengnya (flattening)kembar yang matiakibat tekanan dari janin yang hidup. Saat kelahiran, janin yang tertekan ini dikenal dengan istilah fetus compressus atau fetus papyraceous

Gejalanya seperti gejala abortus bisa ditemukan berupa perdarahan, kontrkasi, nyeri rongga panggul. Jika kejadiannya di TM I maka ibu dan janin yang hidup, maka tidak diperlukan pengobatan. Jika kematian janin terjadi pada TM II dan III, Kehamilan harus ditangani sebagai kehamilan risiko tinggi.

Jika fetus papyraceus tetap ada, kehamilan harus dipantau secara seksama dengan melakukan USG serialguna menilai keadaan janin yang satunya lagi. Risiko yang terjadi berupa kelhiran prematur, persalinan yang macet, atau matinya janin yang masih bertahan akibat lepasnya plasenta atau infeksi. Janin yang hidup juga berisiko mengalami berat badan lahir rendah. Juga diawasi kemungkinan gangguan pembekuan darah pada ibu (consumptive coagulopathy. Vanishing Twin yang tidak ada komplikasi tidak memerlukan penanganan apa2.

Dilatasi dan kuretasu (D&C) dapat dilakukan jika konfirmasi dengan USG mendapatkan tidak ada lagi janin yang hidup.

Rabu, 22 April 2009

Guillain-Barre Syndrome

Topik ini memang bukan topik kebidanan, tetapi pencarian di google kemaren malam luar biasa mencari topik ini, tapi baru sempat diselesaikan sekarang karena malam kemaren ngantuks berat, dini hari menjelang berangkat sempat2nya cesar dulu siul

Guillain-Barré syndrome adalah suatu kelainan dimana sistem imun tubuh menyrang bagian sistem syaraf tepi (perifer). Gejala pertama kelainan ini berupa lemah serta rasa geli di kaki. Pada banyak kasus, lemahnya bagian tubuh serta gangguan sensasi menyebar kearah tubuh dan tangan.

Intensitasnya terus menguat sampai akhirnya tubuh otot tidak bisa digerakkan sama sekali dan oasien lumpuh total. Jika sudah sampai tahap ini, maka hal ini merupakan kondisi emergensi karena bisa mengancam nyawa, Bayangkan saja otot pernafasan juga lumpuh, maka akan menyebabkan kematian. Pada umumnya pasien akan mengalami penyembuhan total, walau ada seagian yang tetap mengalami grjala lemahnya otot.

Guillain-Barré syndrome sebetulnya jarang ditemukan. Biasanya kelainan ini timbul beberapa hari atau minggu setelah pasien mengalami gejala2 infeksi pernafasan atau infeksi saluran cerna. Biasanya pembedahan atau vaksinasi dapat mencetuskan sindroma ini.

Belum diketahui kenapa Guillain-Barré menyerang orang tertentu saja sementara sebagian lainnya tidak. Yang diketahui oleh ilmuwan adalah sistem imun tubuh menyerang tubuh sendiri menyebabkan apa yang kita kenal dengan penyakit autoimmune.

Refleks lutut biasanya menghilang. Karena sinyal yang berjalan di saraf sangat lamban, suatu tes yang dinamakan Nerve Conduction Velocity (NCV) dapat dilakukan guna membantu dokter menegakkan diagnosis. Dokter biasanya melakukan pengambilan cairan spinal dari tulang belakang penderitanya.

Tidak ada pengobatan khusus untuk kelainan ini. Pengobatan hanya akan mengurangi beratnya penyakit serta mempercepat proses penyembuhan pasien. Terdapat juga beberapa cara untuk mengatasi komplikasi penyakit ini. Plasmapheresis dan dosis tinggi immunoglobulin dipergunakan sebagai pengobatan.

Bagian pengobatan yang paling kritis dari sindrma ini adalah adalah mempertahankan fungsi tubuh pasien saat pemulihan sistem saraf. Hal ini kadang2 membutuhkan alat bantu nafas (respirator), monitor jantung atau mesin lainnya yang mempertahankan fungsi tubuh.

Periode pemulihan bisa beberapa minggu sampai beberap tahun. sekitar 30% masih tetap mengalami kelemahan sisa setelah 3 tahun dan sekitar 3% nya bisa mengalami kekambuhan setelah lama sekali.

Minggu, 19 April 2009

Efek samping, Pro dan Kontra Kondom (laki2)

Kondom adalah lapisan yang membungkus P untuk mencegah semen masuk ke dalam V. Kondom merupakan metode KB barier (penghalang) yang terbuat dari latex, polyurethane atau kulit domba.

Umumnya kondom memilki penampung kecil (reservoir) pada bagian ujungnya guna mengumpulkan muncratan sperma saat ejakulasi. Kondom juga berfungsi kontak langsung antara V dan P . Sebagian kondom dilengkapi dengan bahan pembunuh sperma (spermicidal). Ternyata 2 dari 100 kondom akan robek. Cairan lubrikan dapat membantu mencegah agar kondom tidak robek.

Angka kegagalan pemakian kondom sekitar 14-15%, ini artinya 14-15 dari 100 pasangan wanita pemakai kondom akan hamil selama pemakaian kondom di tahun pertama. Bahan spermicidal meningkatkan efektifitas menjadi lebih dari 95% jika dipakai dengan benar dan konsisten.

Pada umumnya pemakai kondom dan pasangannya tidak mengalami efek samping. Namun pada beberapa terutama yang alergi terhadap latex bisa mengalami iritasi. Apalgi jika latex kondomnya ditambahi dengan bahan spermicidal, maka nyeri yang timbul akan semakin parah. Guna menghindari reaksi alergi ini, maka sebaiknya memakai kondom dari bahan polyurethane atau kondom natural skin serta tidak memakai bahan spermicidal.

Cuma perlu diingat bahwa kondom berbahan polyurethane lebih mudah sobek. sedangkan kondom natural skin harganya mahal. Keduanya juga tidak bisa melindungi dari PMS (STD). Sedangkan pemakaian spermicidal dapat meningkatkan risiko infeksi saluran kencing.

Walaupun bukan merupakan efek samping, banyak pria mengeluhkan kurang sensisitif jika memakai kondom, sementara yang lainnyna merasa sulit untuk mempertahankan ereksi saat memakai kondom atau saat intercourse. Pada beberapa kasus, baik pria maupun partner memakai kondom bisa menghancurkan spontanitas mereka dalam ML.


Ingat memakai kondom bukanlah : "Safe Sex" tetapi "Safer Sex" karena laporan ilmiah sbb:
* Kondom tidak mengurangi risiko penularan human papilloma virus (HPV) atau Trichomonas vaginalis.
* Penularan Syphilis berkurang menjadi 29%, dan angka pengurangannya bisa mencapai 50 -71% .
* Penularan Gonorrhea dan Chlamydia berkurang hampir 50%.
* Penularan Herpes Genitalis berkurang sekitar 40%.
* Transmisi HIV berkurang hampir 85%.

Pro pemakaian kondom:
o Merupakan salah satu metode Kb yang mampu mengurangi risiko transmisi Penyakit Menular Seksual.
o Harga Murah dan mudah didapat.
o Tidak ada efek samping, kecuali buat yang alergi terhadap latex.
o Nggak perlu ressp dokter.
o Kecil, gampang dibawa dan disposable

Kontra Pemakaian Kondom:
o Beberapa mengeluhkan kurang sensisitif.
o Memutuskan foreplay, saat akan memakainya
o Membutuhkan konsistensi dan kerajinan dalam memakainya
o Angka kegagalan yang cukup tinggi (sekitar 14%)

Diagnosis Cacat Lahir

Saat hamil sudah menjadi kebiasaan di negara kita untuk dilakukannya pemeriksaan USG yang gunanya untuk melihat perkembangan janin dan adanya kelainan/komplikasi. USG juga dapat mendeteksi adanya cacat lahir (birth defect). Selain dengan USG, metode seperti CVS (Chorionic Villus Sampling) dan amniocentesis juga merupakan cara yang baik untuk mencari adanya cacat pada janin seperti:

* Neural Tube Defects (NTD)
* Kelainan kromosom, seperti Down syndrome
* Bibir/langit-langit sumbing
* Kelainan Jantung Bawaan
* Tumor bawaan
* Kelainan Usus dan Ginjal
* Cacat Anggota tubuh

USG – Merupakan metode yang biasa dan sederhana untuk mendeteksi cacat bayi, terutama cacat organ seperti jantung, saluran kencing dan spina bifida. Biasanya pada bulan ke tiga, bayi sudah cukup besar untuk dideteksi kelainnanya dengan USG. Metode ini tidak membahayakan janin maupun ibu serta dapat memberikan informasi tentang pertumbuhan bayi dan posisi janin.

Chorionic Villus Sampling (CVS) – Sampel kecil diambil dari plasenta, yaitu villi khorionik, untuk mendeteksi cacat bayi. Keuntungan utama tehnik ini adalah dapat dilakukan di awal kehamilan, yakni saat usia 10 atau 12 minggu, sehingga memberikan harapan yang lebih baik lagi dari segi diagnosis dan pengobatan. Jika ada cacat bawaan maka orang tua bisa memilih untuk dilakukan pengakhiran kehamilan (hanya di luar, di Indonesia belum di legalkan undang-undang).

Sampel villi ini dapat diambil lewat serviks (leher rahim) atau lewat dinding perut. Biasanya, dokter memastikan posisi bayi dengan USG kemudian mengambil sampel lewat serviks dengan bantuan kateter. CVS biasanya lebih akurat dibanding dengan USG saja.

Amniocentesis - Tehnik ini juga sudah menjadi metode yang biasa dilakukan. untuk deteksi cacat bawaan. Sampel cairan ketuban diambil dengan jarum khusus menembus dinding perut dan dinding rahim dengan guidance (bantuan) USG real time agar bayi gak tertusuk sengihnampakgigi. Cairan tersebut kemudian dianalisis guna mencari kelainan yang ada pada bayi.

Amniocentesis dapat dilakukan kapan saja di usia kehamilan diatas 14 minggu. Prosedur ini terutama untuk mengecek kadar Alpha-fetoprotien dalan cairan ketuban, yang merupakan mengindikasikan apakah janin memiliki risiko mengalami cacat otak atau tulang belakang.

Disamping tiga metode diagnostik utama ini , ada juga pemeriksaan yang dinamakan, Tandem Mass Spectroscopy, yang mencari kelainan metabolisme lewat sampel darah. Metode diagnostik lain adalah Percutaneous Umbilical Blood Sampling (PUBS), dipergunakan untuk analisa kromosom diakhir kehamilan, saat cacat/defek sudah terdeteksi dengan USG.

Kamis, 16 April 2009

Sindroma Asherman

Sindroma (=kumpulan gejala) Asherman adalah terbentuknya adhesi (perlengketan) pada bagian dalam rahim (endometrium), sebagai akibat dari jaringan parut yang timbul saat tindakan pembedahan. Pasien mengalami pengurangan menstruasi, meningkatnya kejang perut dan rahim, sampai tidak adanya haid (amenorrhea) dan sering menyebabkan kemandulan (infertilitas).

Merupakan kondisi yang jarang. Pada kebanyakan kasus, terjadi wanita yang menjalani tindakan dilatation and curettage (D&C). Infeksi rahim juga bisa sebagai penyebabnya. Perlengketan yang timbul bisa mengakibatkan amenorrhea (tidak haid), keguguran yang berulang, dan infertilitas. Namun kondisi ini bisa juga disebabkan oleh hal lainnya, namun jika munculnya setelah menjalani kuret, maka kemungkinannya adalah sindroma ini


Gambaran HSG

Gambaran Laparoskopi

Pemeriksaan klinis biasanya normal dan diagnostik bantu berupa histeroskopi (melihat kedalam rahim) dan USG transvaginal atau dengan HSG (Histero-Salphyngo-Graphy).

Pengobataannya berupa tindakan operasi memotong dan membuang jaringan ikat (scar) dan perlengketan yang terjadi. Biasanya dapat dikerjakan dengan histeroskopi. Setelah jaringan ikat dibuang rongga rahim masih tetap dipertahankan membuka agar sembuh tanpa menimbulkan adhesi lagi. Biasanya dimasukkan balon kecil kedalam rahim selama beberapa hari dan diberikan terapi hormon estrogen.

Pemberian antibiotika jika ditemukan kasus2 infeksi.



Sumber: Macam2
Gambar: WIKI

Senin, 06 April 2009

Kaki bengkak pada kehamilan

Kaki Bengkak dalam kehamilan disebut juga edema dalam kehamilan diakibat kan oleh penumpukan cairan yang berlebihan dalam jaringan tubuh. Edema dalam jumlah tertentu masih normal, karena kehamilan memang mengakibatkan retensi/terkumpulnya cairan pada tubuh.

Edema juga terjadi akibat perubahan2 kimia pada darah (perubahan tekanan osmotik), sehingga cairan berpindah dari dalam pembuluh darah ke dalam jaringan tubuh. Akibat tekanan pembesaran uterus terhadap pembuluh darah vena di rongga perut dan rahim bisa membendung aliran darah balik (darah vena) sehingga juga bisa menyebabkan edema pada daerah tungkai bawah (kaki). Edema sering timbul terutama di sore/malam hari pada daerah kaki dan tumit.

Hal-hal yang dapat mencetuskan edema antara lain:
* Kekurangan kalium
* Kelebihan natrium (garam)
* Mengkonsumsi kafein dalam jumlah banyak
* Beraktifitas sepanjang hari
* Berdiri lama
* Udara panas
* Kurang minum air

Edema yang ringan biasa ditemukan selama kehamilan terutama di daerah tangan dan kaki. Jika terdapat edema yang berlebihan pada daerah muka, kaki dan kelopak mata, maka edema ini sudah nggak normal lagi. Bisa saja ini merupakan gejala pre-eklampsia.

Hal-hal sederhana yang bisa dilakukan untuk mengurangi edema adalah dengan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kalsium seperti pisang dan hindari kafein. Beberapa tips lainnya:

* Hindari aktifitas yang membutuhkan duduk atau berdiri lama.
* Angkat/tinggikan kaki sesering mungkin.
* Jangan menyilangkan kaki atau lutut saat duduk.
* Minimalkan aktifitas di luar ruangan saat cuaca panas
* Pakai stocking tertentu.
* Berenang atau beristirahat dalam kolam renang.
* Pakai sandal yang nyaman dan hindari hak tinggi.
* Minum yang cukup, karena ini akan mengeluarkan air yang tertahan di tubuh.
* Jangan memakai pakaian yang ketat di pergelangan tangan dan tumit.
* Kompres dingin pada daerah yang edema.
* Kurangi konsumsi natrium (garam).
* Olah raga secara teratur untuk meningkatkan sirkulasi.:ayuk:

Rabu, 01 April 2009

Fakta dan Mitos Hamil

Internet membuat informasi dapat menyebar dengan sangat cepatnya. Jika informasi tersebut benar maka kita bisa memanfaatkannya, namun jika hanya mitos dan urban legend, maka tentu saja bisa menyesatkan. Berikut ini ada mitos dan fakta tentang kehamilan. Silakan simak sendiri, hal mana yang selama ini diyakini ternyata benar atau salah.fikir

1. Berhubungan seks saat hamil bisa menyakiti bayi atau membuat kepala bayi kotor (kena sperma).
Hubungan seks saat hamil tidak akan menyakiti/membahayakan bayi. Terdapat 7 lapisan perut+rahim+ketuban+air ketuban, sehingga bayi sangat terlindungi dari hoyak-hoyak (guncangan). Demikian juga sperma tidak dapat masuk ke dalam dan mengenai bayi karena adanya selaput ketuban.

2. Saat hamil, bumil makan untuk 2 orang, sehingga oke-oke saja makan dua kali dari porsi biasa.
Tentu saja salah, tubuh tidak membutuhkan banyak kalori. Hanya 300 kalori tambahan saja buat memenuhi kebutuhan tubuh selama hamil.

3. Gigi akan copot satu tiap kali melahirkan anak.
Hal ini merupakan cerita jadul, dimana saat itu ibu2 hamil kurang mengkonsumsi kalsium. Dengan mengkonsumsi vitamin dan makanan yang sehat, maka tidak ada alasan ibu hamil harus kehilangan giginya.

4. Jika biasa meminum kopi, maka oke saja untuk melanjutkannya selama hamil.
Kafein yang berlebih dapat menyebabkan abortus dan kelahiran kurang bulan. Jika sebelum hamil biasa minum kopi, kurangi secara bertahap (kalau memang nggak bisa stop) gantilah dengan yang non-kafein.

5. Jenis kelamin bisa dilihat dari bentuk perut ibu. Jika perutnya turun/rendah maka anaknya laki-laki.
Salah, bagaimana bentuk perut ditentukan oleh ukuran bayi, struktur tubuh ibu, dan banyaknya lemak di dinding perut.

6. Jenis kelamin bisa diketahui dari seberapa cepat jantung bayi berdenyut.
Ada yang bilang jika detaknya cepat bayinya perempuan. Ada juga yg bilang bayinya laki2. Jelas saja kalu nggak laki2 ya permpuan (50/50), sehingga tidak bisa di pegang serta tidak didukung data2 ilmiah.

7. Tidak aman mandi/berendam saat hamil.
Kecuali jika ketuban sudah pecah, tidak ada alasan medis ibu tidak boleh menikmati mandinya.

8. Lebih aman digunting (episiotomi) dari pada robek sendiri saat bersalin.
Kebanyakn robekan spontan kecil serta tidak mengenai otot. Sehingga robekan alami sembuh lebih cepat dari pada episiotoi yang bisa lebih dalam dan serta memotong otot. SpOG sekarang berusaha menghindari episiotomi sebisa mungkin (bukan rutinitas).

9. Bumil nggak boleh berenang.
Berenang merupakan olah raga aerobik yang bagus. Baik buat mempertahan kekuatan otot tubuh secara umum.

10. Tidak boleh memakai cat kuku (nail polish) saat hamil.
Nail polish tidak bisa menembus kuku. Sehingga nggak ada alasan medis untuk melarangnya. Jika hal ini membuat ibu lebih merasa cantik, silakan enjoy aja.

11. Wanita hamil yang berjerawat maka bayinya perempuan.
Nggak ada hubungannya dengan gender, itu hanya akibat perubahan hormonal saja.

12. Wanita hamil nggak boleh makan ikan.
Boleh memakan ikan, pilihlah ikan segar dengan kadar merkuri yang rendah. Minyak ikan juga baik buat bayi. karena mengandung Omega 3, yang baik buat perkembangan otak bayi.

13. Wanita hamil nggak boleh ngecat rambut.
Sebagiannya betul, sama halnya dengan makana, bumil sebaiknya menghindari kontak2 dengan bahan kimia termasuk peawarna rambut. Namun jika berbahan alami sih oek2 saja.

14. Wanita hamil nggak boleh membawa barang yang berat.
Yang ibi betul, berat maksimal (bule) barang yang di angkat nggak boleh melebihi
25 pon. Tubuh wanita sendiri sudah cukup berat serta mudah kehilangan keseimbangan.

15. Semua wanita hamil mengalami morning sickness.
Tidak semuanya, karena kadar hormon setiap wanita hamil berbeda-beda. Morning sicknesssering disebabkan oleh naiknya kadar estrogen, yang tentu saja tidak semua wanita akan mengalaminya.

16. Wanita hamil tidak boleh minum alkohol.
Betul. Karena alkohol bersifat feto-toxic, alias meracuni bayi.

17. Suami tidak bisa benar-benat jadi bagian dari kehamilan.
Pasti aja salah ya. Suami harus dilibatkan agar terbentuk tim yang solid.

Sumber: Berbagai sumber

HPV Testing Method for Cervical Cancer

In low-resource settings, testing for human papillomavirus (HPV) might be the most effective method of cervical cancer screening. Compared with cytologic testing and visual inspection of the cervix with acetic acid (VIA), a single round of HPV testing significantly reduced the incidence of advanced cervical cancer and related mortality among women in rural India.

These are the conclusions of a study published in the April 2 issue of the New England Journal of Medicine.
The implications of the findings of this trial are immediate and global, according to Mark Schiffman, MD, MPH, and Sholom Wacholder, PhD, who are both from the National Cancer Institute.

"International experts in cervical cancer prevention should now adopt HPV testing for widespread implementation," they write in an accompanying editorial. "Low-resource countries do not need to establish large cytologic-testing (Papanicolaou) programs whose effectiveness requires repeated screening. VIA that is performed by health workers, the least expensive but least accurate option, may reduce mortality slightly."

International experts in cervical cancer prevention should now adopt HPV testing for widespread implementation.

There is a lack of effective screening programs for cervical cancer in developing countries, where 80% of cases occur every year. "A single HPV test that is performed 15 to 20 years after the median age of first sexual intercourse will detect many easily treatable, persistent infections and precancers, while limiting overtreatment," the editorialists note, but widespread implementation of HPV screening still faces a number of challenges.
To implement wide-scale HPV screening, they point out that regional, age-specific HPV prevalence patterns need to be defined; low-cost, simple, and accurate HPV tests need to be validated; and an infrastructure aimed at the treatment of HPV-positive women will have to be developed.


The introduction of prophylactic HPV vaccines does not diminish the importance of HPV screening, they emphasize. "Even when the vaccines become affordable and widely used, they will not substantially decrease rates of cervical cancer for decades because of the long latency between infection and cancer," they write.
In this study, researchers evaluated the effectiveness of a single round of HPV testing, cytologic testing, or VIA in reducing the incidence of cervical cancer and associated mortality rate in women residing in rural India.
All of the women with positive screening results, regardless of the modality used, were investigated, treated, and monitored in the same way, explained lead author Rengaswamy Sankaranarayanan, MD, who is head of the screening group at the International Agency for Research on Cancer, in Lyon, France.

"They had colposcopy, directed biopsy from colposcopically abnormal areas, and treatment of precancerous lesions with cryotherapy or excision," he told Medscape Oncology. "Invasive cervical cancer cases were referred for cancer-directed treatment."

Advanced Cancers and Death Rate Lowest in HPV-Testing Group
Screening took place between January 2000 and April 2003. A total of 131,746 healthy women between the ages of 30 and 59 years, from 52 clusters of villages, were randomly assigned to 1 of 4 groups: HPV testing (34,126 women), cytologic testing (32,058), VIA (34,074), or standard care (31,488, control group).
In the HPV-testing group, 2812 (10.3%) had positive results, as did 1787 (7.0%) in the cytologic-testing group, and 3733 (13.9%) in the VIA group.

The detection rate of cervical intraepithelial neoplasia (CIN) grade 1 was higher in the VIA cohort than in the other 2 groups, whereas detection rates of CIN grade 2 or 3 lesions and invasive cancer were similar in the 3 groups (P = .06 for CIN grade 2 and P = .16 for CIN grade 3 for all comparisons). The positive-predictive value for detecting CIN grade 2 or 3 lesions was 11.3% in the HPV-testing group, 19.3% in the cytologic-testing group, and 7.4% in the VIA group.

The proportion of stage I cancers was highest in the HPV testing and cytologic-testing groups (about 60%), 42% in the VIA group, and lowest in the control group (28%). The researchers noted that the incidence rate of stage II or higher cervical cancer and subsequent related death rates were significantly higher in the cytologic-testing group and the VIA group than in the HPV-testing group.

Clinical Stages of Cervical Cancer and Death Rate in All Women Assigned to Screening
Stage at Diagnosis HPV Testing,
n/total n (%)
Cytologic Testing,
n/total n (%)
VIA,
n/total n (%)
IA 47/127 (37) 60/152 (39.5) 35/157 (22.3)
IB 33/127 (26) 29/152 (19.1) 31/157 (19.7)
II or higher 39/127 (30.7) 58/152 (38.2) 86/157 (54.8)
Unknown 8/127 (26.8) 5/152 (3.3) 5/157 (3.2)
Death from cervical cancer 34/127 (26.8) 54/152 (35.5) 56/157 (35.7)

HPV Test More Sensitive

"We believe that HPV testing was more sensitive than VIA or cytologic testing in identifying women with real precancerous lesions with a potential to progress to frank cancer in our study," said Dr. Sankaranarayanan. "The early detection and treatment of such lesions resulted in a lower rate of advanced cancers, and a lower number of invasive cancers and cervical cancer deaths in the HPV-testing group."

He also pointed out that, compared with the other screening modalities, fewer of the HPV-test negative women developed cervical cancer during the 8-year follow-up period. "This reinforces the conclusion that HPV testing has a possibly high sensitivity to lead to the detection of biologically progressive precancerous lesions," he said. "The lower death rate in the HPV-testing group is due to lower advanced disease and higher prevented invasive cancers due to early detection and treatment of more 'real' precursor lesions."

HPV testing has a possibly high sensitivity to lead to the detection of biologically progressive precancerous lesions.

Compared with the control group, the hazard ratio for the detection of advanced cancer in the HPV-testing group was 0.47 (95% confidence interval [CI], 0.32 to 0.69) and the hazard ratio for death was 0.52 (95% CI, 0.33 to 0.83). There were no significant reductions in the numbers of advanced cancers or deaths observed in the cytologic-testing group or in the VIA group, compared with the control group.

HPV Test Most Objective and Reproducible

Overall, the researchers found HPV testing to be the most objective and reproducible of all cervical screening tests, as well as being less demanding in terms of training and quality assurance. A drawback is that it is more expensive and time-consuming than other types of screening tests, and it requires a sophisticated laboratory infrastructure.

However, they note that a simple, affordable, and accurate HPV test (careHPV test, Qiagen) has been evaluated in China. It produces results within 3 hours, and its accuracy is similar to that of the Hybrid Capture II test used in the current study. The careHPV test is expected to enter the market in the near future for use in developing countries.

The study was funded by the Bill and Melinda Gates Foundation, through the Alliance for Cervical Cancer Prevention. Dr. Schiffman reports being a medical monitor of a trial of prophylactic HPV vaccination sponsored by the National Cancer Institute (NCI). Dr. Wacholder reports serving as the statistician for the same NCI-sponsored HPV vaccination trial.
N Engl J Med. 2009;360:1385-1394.