Rabu, 24 Februari 2010

Kadar Hormon Wanita dan Inteprestasinya

Kadar hormon diperiksa untuk menentukan apa yang terjadi di dalam tubuh wanita. Kadar hormon dapat menunjukkan jika seorang wanita subur, akan menopause dini atau dalam masa perimenopause. Karena kadar hormon mempunyai kecenderungan untuk berfluktuasi, maka pemeriksaan harus dilakukan pada saat yang tepat.

Hormon2 yang diperiksa untuk tujuan diatas antara lain : Follicle Stimulating Hormone (FSH), Estradiol (E2), Luteinizing Hormone (LH), Prolactin, Progesterone (P4)dan Thyroid Stimulating Hormone (TSH)dan lain-lain.

FSH
Nilai normalnya: 3-20 mIU/ml.
FSH sering digunakan sebagai alat ukur cadangan ovarium. Secara umum, hasil di bawah 6 adalah sangat baik, 6-9 adalah baik, 9-10 rata2, 10-13 kurang cadangan, 13 lebih sangat sulit untuk dirangsang (ovulasi). Dalam pengujian PCOS (SOPK), perbandingan LH dan FSH (LH-FSH rasio) dapat digunakan untuk diagnosis. Rasio normal biasanya lebih kurang 1:1, tapi kalau LH lebih tinggi, ini adalah salah satu indikasi kemungkinan PCOS.

LH
Nilai normalnya: < 7 mIU/ml
Kadar LH normal lebih kurang sama dengan FSH. Jika kadarnya LH lebih tinggi dari FSH merupakan salah satu indikasi adanya PCOS.

Estradiol (E2)
Nilai normalnya: 25-75 pg/ml
Kadar batas terendah cenderung lebih baik untuk dilakukan rangsangsan ovulasi. Normal tinggi di hari 3 mungkin menunjukkan adanya kista fungsional atau berkurangnya cadangan ovarium (folikel).

Prolaktin
Nilai normalnya: < 24 ng/ml
Peningkatan kadar prolaktin dapat mengganggu ovulasi. Juga dibutuhkan pemeriksaan lanjutan dengan MRI untuk memeriksa kemungkinan adanya tumor hipofise. Beberapa wanita dengan PCOS/SOPK juga mengalami peningkatan kadar hormon prolaktin (hyper-prolaktinemia).

Progesterone (P4)
Nilai normalnya: < 1.5 ng/ml
Sering disebut kadar fase folikuler. Kadar hormon yang tinggi mungkin akan menurunkan angka lemungkinan untuk hamilan. Sedangkan jika kadarnya rendah makabisa mengkonsumsi suplemen alami seperti FertilAid (bukan pesan sponsor ...)

Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
Nilai normalnya:0,4-4 uIU/ml
Nilai tengah normal di sebagian besar laboratorium adalah sekitar 1,7uIU/ml. Kadar yang tinggi dikombinasikan dengan TSH yang rendah atau tingkat T4 normal secara umum menunjukkan suatu keadaan hipotiroidisme, yang dapat berpengaruh pada kesuburan.

Sumber: Cem-Macem

Kamis, 18 Februari 2010

KB IUD (=Intrauterine Device )

Intrauterine device (disingkat IUD) adalah alat kecil berbentuk-T terbuat dari plastik dengan bagian bawah-nya terdapat tali halus yang juga terbuat dari plastik. Sesuai dengan namanya IUD dimasukkan ke dalam rahim untuk mencegah kehamilan. Pemasangan bisa dengan rawat jalan dan biasanya akan tetap terus berada dalam rahim sampai dikeluarkan lagi.

IUD mencegah sperma tidak bertemu dengan sel telur dengan cara merubah lapisan dalam rahim menjadi sulit ditempuh oleh sperma. Terdapat2 jenis IUD : IUD dengan tembaga dan IUD dengan hormon (dikenal dengan IUS = Intrauterine System). IUD tembaga (copper) melepaskan partikel tembaga untuk mencegah kehamilan sedangkan IUS melepaskan hormon pregestin .

IUD Copper T
IUD memiliki banyak keuntungan antara lain:

  • Sangat efektif mencegah kehamilan, sekali pakai terus berfungsi sampai dibuka.
  • Pencegahan kehamilan untuk jangka yang panjang sampai 5-10 tahun
  • Relatif tidak mahal.
  • Nyaman (tidak perlu diingat2 seperti kalau pakai pil).
  • Dapat dibuka kapan saja (oleh dokter).
  • Segera berfungsi.
  • Efek samping yang rendah.
  • Dapat menyusui dengan aman.
  • Tidak dirasakan oleh pemakai ataupun pasangannya.
Gambar IUS

Sedangkan efeknya antara lain rasa kram dan sakit pinggang sesaat sampai beberapa jam setelah pemasangan. Beberapa wanita mengalami perdarahan ringan dan nyeri sampai beberapa minggu setelah pemasangan. Kadang haid bisa banyak pada IUD tembaga.

IUD tidak melindungi terhadap penyakit menular seksual.. IUD tidak boleh dipergunakan jika sudah hamil , ada perdarahan rahim yang tidak normal dan ada kanker leher rahim. Jika alergi terhadap tembaga maka tidak boleh mempergunakan IUD tembaga.

Pemakai IUD dapat melakukan aktifitas seperti berenang, olah raga lainnya, mempergunakan pembalut serta berhubungan seks kapan mau. Saat menstruasi, pengguna IUD dapat mengecek sendiri dengan memasukkan jari kedalam vagina untuk meraba tali IUD. Segera ke dokter jika tali IUD tidak teraba atau teraba bagian IUD-nya (melorot), terlambat haid atau vagina mengeluarkan cairan dan atau bau tak sedap. Lakukan pengecekan IUD setiap tahunnya.

VIDEO PEMASANGAN IUD (ADULT ONLY !!!)

Jumat, 12 Februari 2010

Menyusui Saat Hamil

Hamil lagi saat masih menyusui sering terjadi di dalam budaya/ bangsa mana saja. Dalam budaya kita ada kebiasaan untuk segera menghentikan menyusui ketika diketahui hamil lagi. Pandangan ini tidak betul sepenuhnya. Pada sebagian besar wanita, menyusui saat hamil sebetulnya oke-oke saja selagi yang bersangkutan cukup makan dan minum.

Dalam kondisi-kondisi tertentu memang sebaiknya tidak dilakukan seperti ada riwayat persalinan kurang bulan, riwayat keguguran dan riwayat perdarahan. dalam kondisi2 diatas menyusui dihindari karena saat bayi mengisap puting maka akan keluar hormon oksitosin yang fungsinya merangsang kelenjar susu agar mengeluarkan ASI.

Hormon ini juga merangsang kontraksi rahim, sehingga bisa menimbulkan persalinan kurang bulan, keguguran dan perdarahan pada wanita dengan riwayat-riwayat kelainan diatas. Tetapi jika tidak ada riwayat kelainan tersebut, maka aman-aman saja untuk mempraktekkan pemberian ASI saat hamil.

Saat proses kehamilan berlanjut maka ASI akan berubah bentuknya kembali menjadi kolustrum, yaitu saat usia kehamilan 4-5 bulan. Akibat perubahan ini maka bayi yang sedang menyusui akan merasakan adanya perubahan ini. Disamping itu juga jumlahnya menurun. Maka bayi sering dengan sendirinya akan berhenti nga-ASI. Namun tidak jarang ada juga bayi yang masih mau terus lanjut. Tidak perlu dihentikan dan tidak usah khawatir untuk melanjutkannya. Tetapi tentu saja tidak bisa hanya mengandalkan kolustrum untuk bayi yang sudah besar, dibutuhkan SUFOR agar bayi tidak kurang gizi.

Selanjutnya jika bayi yang dikandung lahir, maka silakan untuk melakukan tandem menyusui bayi dengan adiknya. Cuma saat menyusui tandem ini sering terjadi mastitis (puting lecet dan meradang). Hati-hati jika memutuskan untuk menyapih bayi yang besar karena bisa secara psikologis sang bayi merasa di"tinggal"kan.

Dengan adanya beberapa persoalan yang bisa terjadi jika menyusui saat hamil, maka ada baiknya jangan sampai terjadi. Tetapi jika terjadi kehamilan juga ? Lakukan saja seperti yang dijelaskan diatas. Happy Breastfeeding !!!

:nggaya::nggaya::nggaya:


Kamis, 11 Februari 2010

Fenomena Ashman

Fenomena Ashman adalah konduksi ventrikel yang menyimpang akibat perubahan dalam panjang siklus QRS . Pada 1947, Gouaux dan Ashman melaporkan bahwa pada fibrilasi atrial, ketika siklus yang relatif panjang diikuti oleh siklus yang relatif pendek, irama dengan siklus pendek sering memiliki morfologi blok bundel-cabang kanan (RBBB) . Diagnostik ini akan menyebabkan kebingungan dengan kompleks ventrikular prematur (PVC). Jika tiba-tiba terjadi pemanjangan dari siklus QRS , impuls berikutnya dengan panjang siklus yang normal atau siklus pendek panjang dapat terhantarkan secara menyimpang (aberrans).

Patofisiologi

Fenomena Ashman adalah kelainan konduksi intraventricular yang disebabkan oleh perubahan dalam detak jantung. Hal ini tergantung pada tingkat efek pada sifat-sifat electrophysiological jantung dan dapat dipengaruhi oleh kelainan metabolik dan elektrolit serta pengaruh obat-obatan.

fenomena_ashman

Konduksi yang menyimpang tergantung pada periode refraktori relatif komponen sistem konduksi atrioventrikular distal ke node. Periode refrakter tergantung pada denyut jantung. Potensial aksi durasi (yaitu, periode refraktori) berubah sesuai dengan interval RR siklus sebelumnya; durasi yang lebih singkat dari potensial aksi dikaitkan dengan interval RR pendek dan durasi kerja potensial yang lama berkaitan dengan panjang interval RR. Siklus yang lebih lama akan memperpanjang masa masa refrakter, dan, jika diikuti siklus yang lebih pendek, akhir denyut akan cenderung terjadi penyimpangan (aberrans).


Penyimpangan hasil konduksi terjadi bila denyut supraventricular mencapai sistem Purkinje-Nya sementara salah satu cabang masih dalam periode refrakter relatif ataupun absolut. Hal ini memperlambat atau memblokir konduksi melalui bundel cabang dan menunda ventrikel depolarisasi melalui otot-otot ventrikel, memberikan gambaran blok cabang berkas (misalnya, kompleks QRS lebar) di permukaan EKG, tanpa disertai adanya patologi berkas-cabang . Sebuah pola RBBB lebih umum ditemukan daripada pola blok bungkusan-cabang kiri (LBBB) karena lebih lamanya periode refraktori cabang kanan.

Beberapa studi telah mempertanyakan sensitivitas dan spesifisitas panjang-pendeknya suatu siklus. Konduksi yang menyimpang dari pendeknya siklus panjang juga telah didokumentasikan.

Frekuensi

Amerika Serikat

Tidak ada variasi geografis terjadi. Ashman Fenomena ini berkaitan dengan patologi yang mendasari dan merupakan temuan EKG umum dalam praktek klinis.

Mortalitas / Morbiditas

Fenomena Ashman hanyalah sebuah manifestasi electrocardiographic dari kondisi yang mendasari, sehingga morbiditas dan kematian ,berkaitan dengan kondisi yang mendasari.

Klinis

Sejarah

* Diagnosis fenomena Ashman dibuat menggunakan evaluasi EKG . Pasien mungkin asimtomatik atau mungkin mengalami gejala yang mendasari kondisi jantung.

* Fenomena Ashman , per se, tidak menimbulkan gejala. Gejala, jika ada, terkait dengan kompleks prematur dan tidak terkait dengan apakah kompleks denyut dihantarkan secara menyimpang.

Fisik

* Tidak ada temuan pemeriksaan fisik spesifik dijelaskan untuk fenomena Ashman.
* Kelainan denyut yang ditemukan mungkin termasuk denyut yang tidak teratur, takikardia, dan / atau defisit nadi pada fibrilasi atrial.

Penyebab

Kondisi yang menyebabkan perubahan durasi dari periode refraktori bungkusan cabang atau jaringan ventrikel menyebabkan fenomena Ashman. Kondisi ini biasa terlihat di atrial fibrilasi, atrial takikardia, dan atrium ectopy.

Masalah lain untuk dipertimbangkan

Memahami Fenomena Ashman ini berguna dalam membedakan berbagai kompleks aritmia asal ventrikel dari aritmia supraventricular dengan aberrans karena prognosis dan perawatan kondisi ini berbeda.

Sebuah konduksi impuls supraventricular yang menyimpang sering dibingungkan dengan PVC, dan serangkaian penyimpangan impuls supraventricular yang terjadi berturut-turut mungkin tampak sebagai takikardia ventrikular.

Preeksitasi ventrikel sementara, seperti pada Wolf-Parkinson-White syndrome, juga harus dipertimbangkan dalam diferensial diagnosis Ashman fenomena.

Pemeriksaan

Tes lain

* Ashman Fenomena ini didiagnosis dengan EKG permukaan (semua 12 sadapan adalah yang terbaik). Dalam kasus-kasus sulit, studi electrophysiological diperlukan untuk menetapkan apakah aritmia adalah asal supraventricular atau ventrikel.

* Kriteria Fisch untuk diagnosis fenomena Ashman adalah sebagai berikut:

o siklus yang relatif panjang yaitu tepat sebelum siklus diberhentikan oleh kompleks QRS menyimpang: Sebuah interval pendek-panjang-pendek bahkan lebih besar kemungkinan untuk terjadinya penyimpangan. Penyimpangan dapat LBBB dan RBBB, dan kedua pola dapat diamati bahkan pada pasien yang sama.

o Bentuk penyimpangan RBBB dengan orientasi normal awal vektor QRS: Kemungkinan gejala penyimpangan yang tersembunyi adalah mngkn, sedemikian rupa sehingga serangkaian pukulan supraventricular QRS yang lebar mungkin terjadi.

o Irregular coupling dari kompleks QRS menyimpang

o Kurangnya jeda kompensasi lengkap (tidak pernah terlihat di atrial fibrilasi)

* Morfologi QRS adalah petunjuk yang paling membantu dalam membedakan antara ventrikel supraventricular dan yang berasal dari kompleks QRS lebar. Para morfologi ventrikel fitur yang mendukung asal kompleks luas meliputi:

o LBBB morfologi dengan cadel atau berkumai mengarah downstroke di V1 atau V2

o RBBB morfologi dengan Monophasic R, biphasic QRS, atau RSR '(yakni, "kelinci telinga") pola di V1

o pola QS di V6

o durasi QRS lebih lama dari 140 milidetik di RBBB morfologi dan durasi QRS lebih dari 160 milidetik dalam LBBB morfologi

o R-untuk-S interval lebih panjang dari 100 milidetik dalam memimpin precordial
o Marked sumbu kiri (antara -90 ° dan 180 °)

* Beberapa studi oleh Marriott et Al dan Gulamhusein et al, telah menganalisis temuan-Nya dengan electrogram EKG permukaan simultan temuan dan menemukan sensitivitas dan spesifisitas rendah dari fenomena Ashman untuk membantu mendiagnosa aberrancy versus irama ventrikel.

* Aberasi mungkin juga menjadi tanda ventrikuler intermiten preexcitation melalui jalur aksesori, seperti yang mungkin terjadi dengan Wolff-Parkinson-White syndrome.

Minggu, 07 Februari 2010

Posisi Melahirkan /Posisi Dalam Persalinan

Posisi dalam persalinan dan kelahiran sangat penting,karena akan membantu menjadi lebih nyaman selama proses persalinan. Beberapa posisi juga akan membantu mempercepat proses persalinan. Banyak dari posisi ini dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan pasangan, suami, doula atau perawat. Dengan mengenal dan melatihnya sebelum persalinan akan membuat posisi2 ini lebih familier serta lebih nyaman dalam persalinan.

Tidak ada posisi yang sempurna untuk persalinan, tetapi sering perubahan posisi selama persalinan dapat membantu menajdi rileks dan tetap dapat mengendalikan rasa sakit. Cobalah berbagai posisi sampai menemukan satu yang membuat ibu merasa paling nyaman.

Secara umum ada 5 posisi utama dalam persalinan yang bisa di pilih:
  1. Posisi berdiri/tegak
  2. Posisi duduk
  3. Posisi Merangkak
  4. Posisi Jongkok
  5. Posisi berbaring miring
1. Posisi berdiri tegak
a. Berjalan
Berjalan dalam persalinan adalah cara yang hebat untuk membantu persalinan berjalan lancar/cepat dan nyaman. Cara ini juga merupakan cara yang bagus untuk menghabiskan waktu pada awal proses persalinan. Tidak peduli di mana tempatnya, bahkan jika itu hanya lorong-lorong rumah sakit/ruangan di klinik, berjalan dapat membantu pinggul bergerak lebih bebas dan membantu gravitasi membantu bayi bergerak turun ke panggul.

b. Slow Dance/Swaying
Posisi ini bisa sangat emosional bagi sang ibu. Hal ini biasanya dilakukan, dengan cara goyang berirama bolak-balik, dengan atau tanpa musik, ibu meletakkan tangannya di leher dan bahu suami/pasangan. Pasangan melakukan pijatan tertentu atau hanya merangkulkan lengan di sekitar perut ibu. Ibu juga bisa menyandarkan kepalanya di bahu pasangan.

2. Posisi Duduk
Duduk di kursi merupakan posisi yang bagus untuk persalinan. Hal ini memungkinkan graravitasi untuk membantu dalam penurunan bagian terbawah janin. Juga membantu meningkatkan relaksasi, dan memungkinkan untuk beristirahat. Dapat dipergunakan berbagai jenis kursi, dari kursi dapur sampai kursi goyang ataupun kursi yang tersedia di klinik/RS.

a. Duduk posisi biasa (bisa sambil bergoyang kiri-kanan)




b. Duduk membelakangi kursi


c. Semi duduk


d. Duduk bersila di lantai


e. Duduk dengan satu kaki di angkat


f. Meletakkan Satu kiki di kursi


g. Duduk di atas bola (seperti yang ada di Video di bawah)

3. POSISI MERANGKAK
Posis Tangan dan lutut (merangkak) juga merupakan posisi netral gravitasi. Posisi ini bagus untuk membantu mendapatkan istirahat dari intensitas kontraksi. JUga befungsi untuk merubah posisi bayi dari posisi belakang menajadi depan. Posisi ini juga bisa dipakai saat persalinan.



Variasi posisi ini adalah dengan duduk berlutut bagian depan ditahan dengan tempat tidur yang direndahkan atau dengan bola seperti gambar :



4. POSISI JONGKOK
Berjongkok adalah cara yang bagus untuk meningkatkan diameter dasar panggul ibu. Posisi ini tidak boleh digunakan sampai bayi masuk ke dalam panggul. Posisi ini bagus untuk membantu mendorong turunnya bayi lebih lanjut ke panggul. Ini juga merupakan posisi yang sangat bagus untuk melahirkan.

Posisi berjongkok membantu melindungi kerampang perineum agar tidak robek atau untuk menghindarkan tindakan episiotomi selama kelahiran. Secara canda2 posisi ini sering disebut posisi "forsep" karena kemampuannya untuk mempercepat proses persalinan.



Variasi lain dari posisi berjongkok adalah dengan memegang kursi seperti gambar di bawah ini:



5. POSISI TIDUR MIRING
Posisi berbaring miring juga posisi gravitasi yang netral, yang berarti bahwa tidak ada keuntungan dari gravitasi di posisi ini. Ini adalah posisi yang bagus untuk memperlambat persalinan atau kelahiran. Juga dapat digunakan untuk mengurangi tekanan pada kerampang saat kelahiran. Jika mempergunakan anestesia untuk persalinan seperti anestesi epidural atau yang lainnya dipakai posisi ini.



Semua posisi diatas tentunya bisa di support oleh pasangan dengan melakukan pijatan2 pada daerah pinggang/punggung ibu.

VIDEO POSISI-POSISI DALAM PERSALINAN

Sumber : Berbagai Sumber

Rabu, 03 Februari 2010

Hydrosalpinx (= hidrosalfing)

Hydrosalpinx adalah kondisi dimana terjadi sumbatan pada saluran telur wanita (tuba fallopii) dan terisi cairan (hidro). Melebarnya tuba akibat cairan ini bisa bervariasi dalam ukuran tergantung jumlah cairan yang ada. Diagnosis dapat dilakukan dengan berbagai teknik antara lain USG, laparoslopi, atau dengan Histerosalfingografi (HSG).

Gambaran HSG pada hydrosalpinx









Gambaran USG pada Hydrosalpinx









Gambaran Laparoskopi pada hydrosalpinx








Penyebab :
  • Gonorrhea - Penyakit Menular Seksual (PMS) yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae.
  • Chlamydia - Penyakit menular seksual (PMS) yang disebabkan oleh bakteri, Chlamydia trachomatis, yang dapat merusak organ reproduksi wanita.
  • Penyakit menular seksual lainnya
  • Kehamilan
  • Melakukan aborsi dll
Wanita dengan kerusakan kedua tuba dan ada hydrosalpinx biasa infertil dan membutuhkan pembedahan tuba, seperti neosalpingostomy, ataupun proses bayi tabung (in vitro fertilization= IVF) untuk bisa hamil.

Hydrosalpinx dan angka kesuksesan IVF
Jika IVF dilakukan pada wanita dengan hydrosalpinx maka angka keberhasilannya akan lebih rendah dibanding dengan wanita tanpa hydrosalpinx. Bahkan angkanya bisa lebih rendah pada hydrosakpinx pada kebua tuba dibanding satu tuba saja.

Umumnya penelitian mendapatkan rendahnya angka keberhsailan IVF pada wanita dengan hydrosalpinx, tetapi tidak semuanya setuju bahwa hydrosalpinx menyebabkan menurunnya angka keberhasilan IVF. Secara umum didapatkan penurunan 20-30% pada wanita dengan hydrosalpinx.

Diduga cairan dari hydrosalpinx masuk ke rahim. Dipercayai cairan ini memiliki efek toksik pada lapisan dalam rahim (endometrium) , atau langsung meracuni embryo (bakal bayi), atau keduanya sehingga janin gak bisa tumbuh dan juga diduga adanya efek "flushing" dari cairan ini, sehingga embryo yang sempat menempel dengan erat akan "hanyut" dan tidak bisa menanamkan dirinya.

Penelitian memperlihatkan bahwa dengan melakukan pembedahan pada saluran tuba yang rusak ini mala angka keberhasilan IVF (bayi tabung) akan meningkat. Cara lain apabila tuba sulit diangkat adalah dengan memisahkannya dari rahim (tanpa diangkat)

Operasi dulu baru IVF
Akan meningkatkan angka kesuksesan IVF, tetapi pembedahan tentu saja ada risko dan komplikasinya , IVF ditunda sampai pembedahan dilakukan.

ATAU

Langsung IVF, tanpa pebedahan
Menurunkan sedikit angka kesuksesan IVF, tetapi terhindar dari operasi dan bisa segera langsung program IVF tanpa penundaan.

Diskusikan pilihan dengan dokternya

Selasa, 02 Februari 2010

CROHN'S DISEASE in pediatric

Crohn's disease is An inflammatory disease primarily of the terminal ileum characterized by transmural inflammation resulting in abdominal pain, diarrhea, and weight loss.

EPIDEMIOLOGY:

  • incidence: 5-11/100,000
  • age of onset:
  • peak age of onset in 2nd and 3rd decades
  • less than 5% present before 5 years of age
  • risk factors:
  • M = F
  • whites > blacks
  • Jews


PATHOGENESIS:

1. Etiology

expression of the disease seems to be dependent upon a susceptible host being exposed to specific triggers:

1. Genetic Predisposition (Susceptible Host)

  • likelihood of finding inflammatory bowel disease in a 1st degree relative of the patient is 5-25%
  • siblings and parents of patients are 17-35x and 35-70x, respectively, more likely to develop Crohn's Disease than the general population
  • high concordance in monozygotic twins

2. Specific Triggers

neither exogenous (infectious, drugs, toxins) or endogenous (immune) triggers have been identified thus far
there is no convincing evidence to implicate a particular bacteria, myobacteria, virus, or protozoan
a defininte immunogenic etiology has not been established, i.e., autoimmune, defect in antigen processing, or immunoregulation

2. Anatomic Gastrointestinal Involvement

Areas (%)
  • terminal ileum + variable segments of the colon (particularly the ascending colon) - 50-60%
  • small bowel involvement only (most in terminal ileum) - 30-35%
  • large bowel only - 10-15%
  • the esophagus, stomach, or duodenum is involved in 30-40% of patients


CLINICAL FEATURES:

1. Gastrointestinal Manifestations

  • abdominal pain (75%)
  • diarrhea (65%)
  • weight loss (65%)
  • fever (50%)
  • growth retardation (25%)
  • nausea/vomiting (25%)
  • rectal bleeding (20%)
  • perirectal disease (15%)
  • extraintestinal manifestations (25%)

1. Abdominal Pain

  • position of pain reflects site of bowel involvement:
  • right lower quadrant (RLQ) - terminal ileum or cecal
  • periumbilical - colonic or diffuse small bowel
  • epigastric - gastroduodenal
  • odynphagia & dysphagia - esophageal
  • pain is persistent, severe, and can awaken patient from sleep
  • worse with eating and, if colon involved, with defecation
  • RLQ pain may be associated with tenderness, and a fullness or distinct mass on palpation
  • pain is the result of transmural inflammation resulting in irritation of the serosa, gut dysmotility, and/or distension

2. Diarrhea

  • ranges from 2-10 loose movements/day +/- nocturnal defecation
  • bloody diarrhea often with colonic involvement or small bowel disease with ulceration

3. Weight Loss

  • multifactoral etiology for malnutrition -> weight loss:
  • sub-optimal intake (anorexia)
  • malabsorption of fats, proteins, carbohydrates, with deficiencies of iron, folic acid, calcium, magnesium, zinc, vitamins D, K, B12
  • increased energy requirements associated with inflammation
  • increased stooling

4. Fever

  • low grade or spiking (to 40 C)
  • may persist for long periods

5. Growth Retardation

  • due to chronic undernutrition or high-dose steroids
  • may precede the clinical illness by months or years
  • may continue during states of remission

6. Perirectal Disease

  • perirectal inflammation with fissures, fistulas, tags, or adhesions

2. Gastrointestinal Complications

1. Hemorrhage


  • massive acute GI bleed (in 1% of patients) due to ulceration into a large blood vessel

2. Obstruction


  • due to severe bowel wall inflammation/edema, stricture formation, adhesions, and/or abscesses
  • usually partial rather than complete
  • chronic partial obstruction may lead to a bacterial overgrowth +/- malabsorption

3. Perforation

  • rare complication
  • if occurs, usually involves the terminal ileum
  • results in free air in the abdominal cavity +/- peritonitis

4. Abscess

  • due to transmural bowel inflammation with fistulization and perforation
  • may be enteroperitoneal, interloop, intramesenteric, retroperitoneal-ileopsoas, hepatic, splenic, or subdiaphragmatic

5. Fistula Formation

  • common complication
  • perianal and perirectal fistulization most common
  • other types: enteroenteric (ileal-sigmoid colon most common), enterovesical, enterovaginal, enterocutaneous

6. Others

  • toxic megacolon (3.7%) - increases to 11% if disease confined to colon
  • carcinoma - 20x greater risk than in general population

3. Extraintestinal Manifestations

1. Hepatobiliary

1. Hepatic

  • chronic hepatitis
  • fatty liver
  • cirrhosis
  • hepatic abscess
  • hepatic granuloma
  • hepatic steatosis

2. Biliary

  • cholecystitis (acalculous, granulomatous)
  • cholelithiasis
  • pericholangitis
  • sclerosing cholangitis

2. Renal


  • enterovesical fistulas
  • nephrolithiasis
  • perinephric abscess
  • perivesical infection
  • ureteral obstruction & hydronephrosis +/- hypertension
  • amyloidosis (associated with renal failure)

3. Rheumatoid

1. Arthralgias and Arthritis (in 15% of patients)


  • may be present several years before the onset of gastrointestinal symptoms
  • large joints of the legs more commonly affected
  • arthritis is non-deforming, transient, asymmetric and more common with colonic involvement
  • activity of joint disease often parallels the activity of the bowel disease

2. Ankylosing Spondylitis


  • in 2-6% of patients
  • course tends to be independent of the bowel disease

3. Clubbing

  • particularly with small bowel disease

4. Musculoskeletal

  • myalgias
  • granulomatous myositis and myopathy

5. Cutaneous

  • erythema nodosum
  • pyoderma gangrenosum
  • epidermolysis bullosa acquisita
  • canker sores
  • polyarteritis nodosa
  • granulomatous dermatitis ("metastatic" Crohn's)

6. Ocular


  • episcleritis
  • iritis
  • orbital pseudotumor
  • posterior subcapsular cataracts (steroid therapy)
  • uveitis

7. Vascular


  • thrombocytosis with vascular complications:
  • deep vein thrombosis
  • pulmonary embolism
  • neurovascular disease (seizures, encephalopathy)
  • vasculitis (involving the aorta & subclavian artery)

INVESTIGATIONS:

1. Endoscopy/Colonoscopy

1. Macroscopic

  • focal or segmental inflammation with skip areas of normal mucosa
  • complications of inflammation:
  • cobblestone pattern (ulceration with regeneration and hyperplasia)
  • wall thickening with stricture formation
  • fissures, sinues, ulcerations, fistulas, phlegmon (inflammatory masses)
  • matted adjacent loops of bowel

2. Microscopic

1. Early Changes

superfical aphtoid lesions of mucosa overlying lymphoid follicles; granulomas

2. Later changes

1. Transmural Enterocolitis

  • diagnostic with histopathology of intestinal lesions showing extensive infiltration with inflammatory cells
  • lymphocytes, histiocytes, plasma cells found throughout the bowel wall but extensively in the submucosa
  • collagen deposition within the submucosa leading to strictures +/- obstruction
  • deep fissuring ulceration into the muscularis propria
  • crypt abscesses and goblet cell depletion

2. Granulomas

may be absent in 60-70% of biopsies

2. Imaging Studies

1. Barium Enema

1. Single Contrast


  • to identify colonic fissures
  • contraindicated in suspected cases of severe colitis

2. Double Contrast (Air-Barium)

to define mucosal defects - narrowing, stenotic areas, cobblestoning, filling defects

2. Upper GI Series with Small Bowel Followthrough


  • particularly to visualize the terminal ileum:
  • cobblestone
  • deep ulcers
  • fistula
  • nodularity
  • stenotic areas (string sign)
  • thickened bowel loops

3. Abdominal Ultrasound/CT


  • bowel wall thickening
  • abscesses

3. Serum


  • elevated ESR (80%)
  • anemia (70%)
  • hypoalbuminemia (60%)
  • thrombocytosis (60%)
  • normal WBC
  • normal or low zinc, magnesium, calcium, phosphorus
  • anemia is usually microcytic (with low serum iron and ferritin) but can be macrocytic with folate or B12 deficiencies

4. Stools


  • guaiac-positive in 35% of cases
  • negative for pathogens

5. For Malabsorption

1. Fat

elevated 72 hour fecal fat excretion

2. Carbohydrate

positive Breath Hydrogen Test

3. Protein

elevated fecal clearance of serum alpha-1 antitrypsin in 90% of cases

MANAGEMENT:

1. Diagnosis

Laboratory - microscopic examination of lesions showing transmural inflammation with skip lesions

2. Education

diagnosis, definition, epidemiology, prognosis, treatment options (multidisciplinary approach with Paediatrics, Gastroenterologists, Dieticians, Psychologists, Surgery, etc.)

3. Treatment Options

treatment of acute exacerbations

4. Goals of Therapy

  • therapy (pharmacolgic, nutritional, or surgery) is not curative
  • no prophylactic role of therapy
  • goal is to control symptoms, prevent complications, improve growth, and to induce remission during an acute episode by either pharmacologic, nutritional and/or surgical strategies
  • a Paediatric Crohn's Disease Activity Index (PCDAI) has been devised to moniter the progress of the disease (J. Ped. Gastroent. Nut. 10:439 [1991])

5. Management Strategies

1. Pharmalogical

1. Prednisone

  • 1-2 mg/kg/day po od or bid (maximum 40-60 mg/d) an anti-inflammatory agent role is to induce remission in those with small or large bowel disease
  • once in remission, decrease dose by 5 mg/week
  • may require parenteral therapy if active disease is serious
  • long-term, low-dose daily therapy does not prevent relapses or decrease the disease progression
  • contraindicated if intra-abdominal sepsis
  • side effects: growth suppression, posterior subcapsular cataracts, glaucoma, aseptic necrosis of the femoral head, vertebral collapse, hypertension, depression, acne, hirsutism, striae (may be minimized by alternate day low dose therapy)

2. Sulfasalazine

  • 30-50 mg/kg/day po bid-tid
  • an anti-inflammatory agent by decreasing prostaglandin and leukotriene synthesis
  • role is to induce remission in those with large bowel disease
  • sustained-release aminosalicylic acid (5-ASA) may be superior to placebo in treating ileitis
  • side effects: nausea, vomiting, abdominal pain, headaches for up to 2 weeks after onset; hypersensitivity rash, bone marrow suppression, pancreatitis, reversible male infertility

3. Antibiotics

1. Broad-Spectrum


  • Ampicillin/Gentamicin/Flagyl, for febrile patients even in the absence of sepsis (to cover for microfistulization and localized infection)
  • Metronidazole, 15-20 mg/kg/day po bid-tid acts as an antibiotic and to suppress cell-mediated immunity, indicated for perirectal or colonic disease,75% have recurrence if medication discontinued. Sside effects: peripheral neuropathy - 85% develop a sensory peripheral neuropathy or reduced nerve conduction velocity; paresthesia (all reversible on decreasing or stopping medication)

4. Immunosuppressive Therapy

  • azathiprine, 6-mercaptopurine
  • may decrease steroid doses in those patients with severe disease on high steroid dosages and improve disease symptoms after 3-4 months of therapy

2. Nutritional Therapy

1. Elemental Diet

  • use during acute exacerbations
  • as effective as TPN + complete bowel rest in inducing remission
  • may act to decrease inflammation of the bowel by decreasing antigenic stimulation of the gut
  • less effective in inducing remission in patients with colonic involvement, fistulas, and perianal disease
  • may administer by nocturnal tube feeds

2. Total Parenteral Nutrition (TPN)

indications:

  • severe acute exacerbations
  • severe disease + malnutrition
  • extensive bowel resection leading to a short gut syndrome
  • reverse growth retardation
  • usually used as adjunctive therapy to medications

3. Others

mineral and/or vitamin deficiencies with specific therapy

3. Surgery

1. Bowel Resection

50-70% of children require surgery within 10-15 years after diagnosis
indications:

  • failure of pharmacologic/nutritional therapy
  • steroid toxicity
  • others - obstruction, hemorrhage, perforation, fistula
  • procedure is not curable but to put the disease into remission with the risk of recurrence dependent upon the extent and severity of the disease

2. Strictures

surgical resection or strictureplasty for localized strictures

3. Severe Perirectal Disease

may treat conservatively (abscess drainage, anal fistulotomy, partial internal sphincterectomy, and/or proctectomy) or by fecal diversion with an ileostomy or colostomy

4. Supportive (Psychiatric)

  • individual and/or family counselling
  • age-appropriate support groups
  • depression due to having a chronic incurable disease

6. Prognosis

Crohn's Disease at this time is a chronic incurable disease of the bowel marked by periods of exacerbation and remission (99% suffer at least one relapse)
triggers of acute exacerbations are unknown but viral illnesses (EBV, adenovirus) may play a role
unable to predict the extent and severity of the disease over time (except those with ileocolitis have greater morbidity)
thus while morbidity is very high, mortality is essentially zero