Curah jantung adalah hasil kali denyut jantung dan isi sekuncup. Besar isi sekuncup ditentukan
oleh kekuatan kontraksi miokard dan alir balik vena. Resistensi periter merupakan gabungan resistensi pada pembuluh darah (arteri dan arteriol) dan viskosltas darah. Resitensi pembuluh darah ditentukan oleh tonus otot polos arteri dan arteriol, dan elastisitas dindlng pembuluh darah.
Pengaturan TD didominasi oleh tonus simpatis yang menentukan frekuensi denyut jantung, kon-
traktilitas miokard dan tonus pembuluh darah arteri maupun vena; sistern parasimpatis hanya ikut mempengaruhi frekuensi denyut jantung. Sistam simpatis juga mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) melalui peningkatan sekresi renin.
Homeostasis TD dipertahankan oleh refleks baroreseptor sebagai mekanisme kompensasi yang terjadi seketika, dan oleh sistem RAA sebagai mekanisme kompensasi yang berlangsung lebih lambat.
DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI
Diagnosis hipertensi tidak boleh ditegakkan berdasarkan sekali pengukuran, kecuali bila TD diastolik (TDD) ≥ 120 mm Hg dan/atau TD sistolik (TDS) ≥ 210 mm Hg. Pengukuran pertama harus dikonfirmasi pada sedikitnya 2 kunjungan lagi dalam waktu 1 sampai beberapa minggu (tergantung dari tingginya TD tersebut). Diagnosis hipertensi ditegakkan bila dari pengukuran berulang- ulang tersebut diperoleh nilat rata-rata TOO ≤ 90 mm Hg dan/atau TDS ≥ 140 mm Hg .
Pengukuran TD harus dllakukan dengan cara berikut. Penderita harus duduk dengan santai di kamar yang tenang sedikitnya 5 menit sebelum penqukuran dilakukan. Mereka tidak boleh rnerokok atau minum kopi dalam Waktu 30 menit sebelumnya.
Pengukuran dilakukan denqan sfigmomanometer air raksa yang cuff-nya cukup panjang sehingga dapat menutup sedikitnya 80% dari linqkar lengan penderita. Penderita harus duduk dengan lengan tidak tertutup pakaian dan disangga setinggi jantung, Cuff dipompa sampai 20-30 mm Hg di atas TDS dan kemudian tekanan dituunkan dengan kecepatan 2 -3 mm Hg per detik. Sebaqai TDD diambil Korotkof fase V. Pengukuran diiakukan minimal 2 kali selang sedikitnya 15 detik dan dlarnbil nilai rata-ratanya. Bila 2 pengukuran pertama berbeda lebih dari 5 mm Hg, harus dilakukan pengukuran lagi. Pengukuran TD dalam posisi duduk digunakan untuk skrining awal, Untuk evaluasi lenqkap, juga diukur TD datam posisi berbarinq dan berdiri; yang terakhir ini setelah berdiri denqan tenang sedikitnya 2 menit.
KLASIFIKASI TEKANAN DARAH (TD)
Klasifikasi hipertensi dibedakan berdasarkan tingginya TD, derajat kerusakan organ dan seterusnya
nya. Klasifikasi berdasarkan tingginya TD pada penderita usia 18 tahun ke atas dapat diiihat pada tabel ini
Kategori | TDD (mmHg) | TDS (mmHg) |
Normal | ≤ 80 | ≤ 130 |
Normal Tinggi | 85-90 | 130-139 |
Hipertensi Ringan | 90-94 | 140-159 |
Hipertnsi Sedang | 95 - 109 | 160 - 179 |
Hipertensi Berat | 110-119 | 180-209 |
Hipertensi Sangat Berat | ≥ 120 | ≥ 210 |
Makin tinggi TD, makin besar risiko untuk mengalami komplikasi yang fatal dan nonfatal. Risiko komplikasi pada settap tingkat hipertensi ini meningkat beberapa kali lipat bila talah terdapat kerusakan organ sasaran (target organ disease , TDD), rnisalnya hipertrofi ventrikel kiri, serangan iskemia sellntas (TIA) , gangguan fungsi ginjal, atau perdarahan retina.
Seseorang dikatakan menderita hipertensi labil, bila TD-nya tidak selalu berada dalam kisaran hipertensif. Pada hipertensi akselerasi, peninqkatan TD terjadi progresif dan cepat, dlsertai kerusakan vaskular yang terlihat pada funduskopi sebagai perdarahan retina tetapi tanpa udem papil.
Hipertensi maligna adalah hipertensi akselerasi yang disertai udem papil; pada keadaan ini TD seringkali iebih dart 200/140 mm Hg. Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi atas hipertensi esensial dan hipertensi sekunder.
HIPERTENSI ESENSIAL Hipertensi esensial juga disebut hipertensi primer atau idiopatik, adalah hipertensi yang tidak jelas etiologinya. Lebih dari 90% kasus hipertensl termasuk dalam kelornpok ini. Kelainan hemodinamik utama pada hipertensi esensial adalah peningkatan resistensi perifer. Penyebab hipertensi esensial adalah multifaktor, terdiri dari faktor genetik dan lingkungan. Faktor keturunan bersifat poligenik dan terlihat dari adanya riwayat penyakit kardiovaskular dalam keluarga.
Faktor predisposisi genetik ini dapat berupa sensitivitas terhadap natrium, kepekaan terhadap stres, peningkatan reaktivitas vaskular (terhadap vasokonstriktor). dan resistensi insulin. Paling sedlkit ada 3 Iaktor lingkungan yang dapat menyebabkan hipertensi, yakni makan garam (natrium) berlebihan, stres psikis, dan obesitas.
HIPERTENSI SEKUNDER. Prevalensi hipertensi sekunder ini hanya sekitar 5-8% dari seluruh pen derita hipertensi. Hipertensi sekunder dapat disebabkan oleh penyakit ginjal (hipertensi renal) penyakit endokrin (hipertensi endokrin), obat, dan Iain-Iain.
Hipertensi renal dapat berupa (1) hlpertensi novaskular, yakni hipertensi akibat lesi pada arteri ginjal sehingga menyebabkan hipopertusi ginjal, misalnya stenosis arteri ginjal dan vaskulitis lntrarenal; atau (2) hipertensi akibat lesi pada parenkim ginjal yang menimbulkan gangguan fungsi ginjal, misalnya glomerulonefritis, pielonefritis, penyakit ginjal polikistik, nefropati diabetik dan lain-lain.
Hipertensi endokrin terjadi misalnya akibat kelainan korteks adrenal (aldosteronisme primer, sindrorn Cushing), tumor di medula adrenal (feokrornasitorna), akromegali, hipotimidisme, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, dan lain-lain.
Penyakit lain yang dapat menimbulkan hipertensi adalah koarktasio aorta, kelainan neurologik (tumor otak, ensefalitis, dsb), stres akut (Iuka bakar, bedah, dsb), polisitemia, dan iain-iain. Beberapa obat, misalnya kontrasepsi hormonal (paling sering), hormon adrenokortikotropik, kortikosteroid, simpatomimetik amin (efedrin, fenilefrin, fenilpropanolamin, amfetamin), kokain, sikiosporin, dan eritropoielin, juga dapat menyebabkan hipertensi.
PROGNOSIS HIPERTENSI
Hipertensi akan menimbulkan komplikasi atau kErusakan pada berbagai organ sasaran, yakni jantung, pembuluh darah otak, pembuluh darah perifer,ginjal, dan retina.
Ada 2 jenis komplikasi hipertensi: (1) Komplikasi hipertensif. yakni komplikasi yang langsung disebabkan oleh hipertensi itu sendiri, misalnya perdarahan otak, ensefalopati hipertensif, hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung kongestif, gagal ginjal, aneurisma aorta, dan hipertensi akselerasi/maligna (perdarahan retina dengan/tanpa udem pupil); (2) Komplikasi aterosklerotik, yakni komplikasi akibat proses aterosklerosis, yang disebabkan tidak hanya oleh hipertensi sendiri, tetapi juga oleh banyak faktor lain, misalnya peningkatan kolesterol serum, merokok, diabetes melitus, dll. Komplikasi aterosklerotik ini berupa penyakit jantung koroner (PJK). infark miokard, trombosis serebral, dan klaudikasio.
Berbagai taktor yang berperan dalam menimbulkan komplikasi kardiovaskular ini disebut faktor risiko kardiovaskular, Berbagai faktor risiko ini dapat dibagi atas : (1) yang tidak dapat diubah, yakni riwayat keluarga, umur, dan jenis kelamin pria; dan (2) yang dapat diubah, yakni hipertensi, lipid darah (terutama kolesterol) yang tinggi, kebiasaan merokok, diabetes melitus, obesitas, inaktivitas fisik, asam urat darah yang tinggi, dan penggunaan estrogen sintetis.
Kematian akibat hipertensi yang tidak diobati terutama berupa (1) stroke pada penderita dengan hipertensi berat dan resisten, (2) gagal ginjal pada penderita dengan retinopati lanjut dan kerusakan ginjal, dan (3) penyakit jantung (gagal jantung dan PJK) pada sebagian besar penderita dengan hipertensi sedang.
Penyakit jantung merupakan penyebab kematian yang utama. Kematian akibat infark miokard 2-3 kali lipat kemalian akibat stroke. Mengingat prognosis yang buruk ini, maka evaluasi penderita hipertensi ditujukan untuk mengetahui 3 hal berikut : (1) ada/tidaknya etiologi yang jelas (hipertensi sekunder) yang mungkin dapat diperbaiki; (2) ada tidaknya komplikasi pada organ sasaran; dan (3) ada/tidaknya faklor risiko kardiovaskuiar iainnya. Untuk mengetahui ini, dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap serta beberapa pemeriksaan laboratorium yang relevan.
Penyakit jantung merupakan penyebab kematian yang utama. Kematian akibat infark miokard 2-3 kali lipat kemalian akibat stroke. Mengingat prognosis yang buruk ini, maka evaluasi penderita hipertensi ditujukan untuk mengetahui 3 hal berikut : (1) ada/tidaknya etiologi yang jelas (hipertensi sekunder) yang mungkin dapat diperbaiki; (2) ada tidaknya komplikasi pada organ sasaran; dan (3) ada/tidaknya faklor risiko kardiovaskuiar iainnya. Untuk mengetahui ini, dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap serta beberapa pemeriksaan laboratorium yang relevan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar