Jumat, 29 April 2011

TANATOLOGI

Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos (ilmu). Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.

Tanatologi ini berguna dalam :

  • Menentukan apakah korban sudah mati atau belum
  • Menentukan lama korban telah mati, dan
  • Menentukan apakah korban tersebut mati wajar atau tidak.

Mekanisme Kematian

Dalam tanatologi kita mengenal beberapa istilah tentang mati, yaitu :

A. Mati somatis (mati klinis)

B. Mati suri

C. Mati seluler

D. Mati serebral

E. Mati otak (batang otak)

A. Mati Somatis

Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler dan sistem pernafasan secara menetap (ireversibel). Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerakan pernafasan dan suara pernafasan tidak terdengar pada auskultasi.

B. Mati Suri

Mati suri (suspend animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yang ditentukan oleh alat kedokteran sederhana. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.

C. Mati Seluler

Adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat mengalami mati seluler dalam 4 menit, otot masih dapat dirangsang (listrik) sampai ± 2 jam pasca kematian dan mengalami mati seluler setelah 4 jam, dilatasi pupil masih dapat terjadi pada pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan sulfas atropine 1% kedalam kamera okuli anterior, pemberian pilokarpin 1% atau sampai lebih dari 8 jam pasca mati dengan cara menyuntikkan secara subkutan pilokarpin 2% atau asetil kolin 20%, spermatozoa masih dapat bertahan hidup beberapa hari dalam epididimis, kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati.

D. Mati Serebral

Adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel, kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya, yaitu sistem pernafasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat.

Untuk dapat memastikan bahwa aktifitas otak telah berhenti secara tepat dan cepat, yaitu bila dikatkan dengan kepentingan transplantasi, ialah dengan melakukan pemeriksaan dengan elektro ensefalografi, dimana akan terlihat mendatar selama 5 menit.


E. Mati Otak (batang otak)

Adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak dan serebellum. Dengan diketahuinya mati otak maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat hidup lagi. Tanda yang didapatkan pada mati otak adalah :

1. Koma ireversibel

2. Tidak ada refleks batang otak, meliputi tanda-tanda seperti :

  • Pernafasan tidak ada
  • Pupil melebar, tidak bereaksi terhadap cahaya
  • refleks kornea tidak ada
  • Refleks batuk, menelan dan muntah tidak ada
  • Doll head foramen negatif

Semua tersebut di atas minimal berlangsung selama 15 menit.

Cara Kematian dan Penentuan Sebab Kematian Melalui Teknik Otopsi

Semua bentuk kematian bisa digolongkan dalam tiga cara kematian utama, yaitu:

1. Sinkop

2. Asfiksia

3. Koma

Sinkop

Istilah sinkop sering digunakan untuk menyatakan keadaan pingsan sementara, misalnya pada keadaan henti jantung (cardiac arrest). Penyebab sinkop antara lain:

  • Perdarahan. Kehilangan darah yang banyak akibat luka pada pembuluh darah besar atau pada organ tubuh yang mengandung banyak pembuluh darah menyebabkan terjadinya anemia berat.
  •  Syok vaso-vagal. Yaitu adanya rangsangan yang berlebihan pada nervus vagus yang mengakibatkan henti jantung.
  • Asthenia. Keadaan ini adalah akibat kurangnya tenaga otot jantung untuk berfungsi secara normal.

Gejala-gejala yang timbul pada keadaan sinkop adalah :

  1. Warna kulit wajah dan bibir pucat
  2. Perabaan kulit yang dingin dan lembab
  3. Perasaan semakin lemah dan tertekan
  4. Denyut nadi yang lemah dan lambat
  5. Penglihatan semakin gelap dan disertai muntah
  6. Kejang (jarang terjadi)

Asfiksia

Adalah suatu keadaan dimana darah dan jaringan kekurangan O2 dan CO2 secara bersamaan, ataupun suatu keadaan sebagai akibat terganggunya pertukaran udara dalam alveoli paru-paru dengan darah kapiler paru, sehingga kebutuhan O2 tidak terpenuhi sedang CO2 yang tertimbun dalam darah tidak dapat dikeluarkan ke paru.

Gejala/ tanda asfiksia ada 4 stadium :
  1. Dyspnoe/ sianosis; terjadi selama kurang lebih 4 menit, yang ditandai dengan pernapasan cepat dan sukar, nadi cepat, tensi meningkat.
  2. Convulsi; terjadi kurang lebih 2 menit. Ditandai dengan kejang, kesadaran mulai menghilang, pupil dilatasi, denyut jantung lambat.
  3. Apnoe; terjadi selama 1 menit. Yang ditandai dengan depresi pernapasan, kesadaran hilang.
  4. Final/ terminal stage; paralise pusat pernapasan lengkap, denyut jantung masih ada untuk beberapa saat setelah napas berhenti lalu mati.

Penyebab asfiksia yang sering mengakibatkan kematian adalah :


(a) Obstruksi mekanik pada saluran nafas adalah :

  1. Tekanan dari luar tubuh, misalnya pencekikan atau penjeratan
  2. Benda asing
  3. Tekanan dari dalam bagian tubuh pada saluran pernafasan, misalnya karena tumor paru-paru yang menekan saluran bronkus utama
  4. Edema pada glottis
(b) Penyakit-penyakit yang menyebabkan gangguan pernafasan :
  1. Difteri laring
  2. Edema pulmonum
  3. Pneumonia

(c) Paralisis sistem respirasi karena adanya penekanan pada otak

(d) Kolaps paru-paru akibat luka tembus pada jaringan paru, efusi pleura dan lain-lain

(e) Emboli yang menyumbat aliran pembuluh darah menuju paru-paru

Tanda asfiksia pada post mortem dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan berupa:

Pemeriksaan Luar 
  1. Lebam mayat jelas terlihat (livid) karena kadar CO2 yang tinggi dalam darah sehingga menghambat pembekuan dan meningkatkan fragilitas kapiler.
  2. Wajah sianosis
  3. Pada mulut dan hidung bisa ditemukan busa
  4. Karena otot sfingter mengalami relaksasi, mungkin bisa terdapat fases, urin atau cairan sperma
  5. Dilatasi pupil
  6. Bercak tardieu, yaitu berupa bercak petekia dibawah kulit atau konjungtiva
  7. Lidah agak terjulur kanan tampak penuh, sedangkan bagian kiri kosong
  8. Paru-paru sembab

Pemeriksaan Dalam

  1. Mukosa saluran pernafasan bisa tampak bengkak
  2. Sirkulasi pada bagian dan mengalami edema (kongesti/ bendungan alat tubuh)
  3.  Bercak-bercak perdarahan petekia tampak dibawah membran mukosa pada beberapa organ

Koma

Koma adalah ketidaksadaran yang menyerupai tidur yang dalam disertai terhentinya kegiatan otak.

Penyebab koma antara lain :
  • Trauma pada otak, berasal dari benturan perdarahan subarahnid, fraktur tulang tengkorak, tumor otak dan trombosis serebral atau emboli
  • Toksin oksigen seperti : bar biturat, opium dan alkohol
  • Toksin endogen yang dihasilkan dalam tubuh, diakibatkan oleh : penyakit hati dan gagal ginjal.

Secara sederhana tingkat kesadaran dapat dibagi atas : kesadaran yang normal (kompos mentis), somnolen, sopor, koma-ringan, dan koma.

Somnolen. Keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang. Somnolen disebut juga sebagai: letargi, obtudansi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya penderita dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.

Sopor (stupor). Kantuk yang dalam. Penderita masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat mengikuti suruhan yang singkat, dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri penderita tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari penderita. Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.

Koma-ringan (semi-koma). Pada keadaan ini, tidak ada respon terhadap rangsang verbal. Refleks (kornea, pupil dan lain sebagainya) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respon terhadap rangsang nyeri.

Koma (dalam atau komplit). Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsangan nyeri yang bagaimanapun kuatnya.

Gejala-gejala yang timbul berupa :

  • Pada tahap awal, pasien dalam keadaan stupor yaitu penurunan kesadaran tetapi pasien masih bisa dibangunkan. 
  • Refleks-refleks tubuh tampak berlebihan.
  • kondisi berikutnya memburuk yang ditandai dengan hilangnya segala bentuk refleks. 
  • Otot sfingter mengalami relaksasi menyebabkan inkontinensia urin dan feses.
  • Temperatur tubuh biasanya sedikit dibawah normal.
  • Pernafasan lambat, irregular dan berbunyi (mendengkur).

Tanda-tanda Kematian serta Mekanisme dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Dengan demikian tanda-tanda kematian dapat dinyatakan :

Tanda yang segera dikenali setelah kematian :

a. Berhentinya sirkulasi darah

b. Berhentinya pernafasan

Tanda-tanda kematian setelah beberapa saat kemudian :

c. Perubahan pada mata

d. Perubahan pada kulit

e. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)

f. Lebam mayat (livor mortis)

g. Kaku mayat (rigor mortis)

Tanda-tanda kematian setelah selang waktu lama :

h. Proses pembusukan

i. Saponifikasi atau adiposera

j. Mumifikasi

Berhentinya Sirkulasi Darah

Dengan berhentinya jantung berdenyut maka aliran darah dalam arteri juga berhenti. Denyut nadi tidak dapat lagi diraba dan pada auskultasi juga tidak dapat didengar bunyi jantung, penilaian 15 menit.

Berhentinya Pernafasan.

Henti nafas akan terjadi menyusul kematian. Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak adanya suara nafas pada bagian dada. Biasanya untuk memastikan berhentinya fungsi pernfasan cukup hanya dengan auskultasi pada bagian dada, penilaiannya lebih 10 menit.

Perubahan Pada Mata

  1. Kilatan kornea menghilang
  2. Kornea menjadi keruh dan akhirnya berwarna putih
  3. Pupil mengalami dilatasi dan tidak bereaksi walaupun diberikan tetesan atropin atau eserin
  4. Tekanan bola mata menurun
  5. Refleks kornea dan konjungtiva tidak ada.

Perubahan Pada Kulit

  1. Kulit menjadi pucat
  2. Kulit kehilangan sifat elastisitasnya
  3. Kulit kehilangan sinarnya.

Penurunan Suhu Tubuh

Kecepatan penurunan suhu pada mayat bergantung kepada suhu lingkungan dan suhu mayat itu sendiri. Pada iklim yang dingin, maka penurunan suhu mayat berlangsung cepat. Pada iklim panas, kecepatan penurunan suhu ini adalah 2,5 derajat. Dalam 12-14 jam biasanya suhu mayat akan sama dengan suhu lingkungan sekitarnya.

Panas yang dilepaskan melalui permukaan tubuh, dalam hal ini kulit adalah secara radiasi, dan oleh karena tubuh itu terdiri berbagai lapisan yang tidak homogen, maka lapisan yang berada dibawah kulit akan menyalurkan panasnya ke arah kulit; sedangkan lapisan tersebut juga menerima panas dari lapisan dibawahnya, hal ini yang menerangkan mengapa pada jam-jam pertama setelah terjadi kematian somatik penurunan suhu berlangsung lambat. Disamping itu, proses metabolisme sel yang masih berlangsung beberapa saat setelah kematian somatik dimana juga terbentuk enerji, merupakan faktor yang menyebabkan mengapa penurunan suhu mayat pada jam-jam pertama berlangsung dengan lambat.

Lebam Mayat

Lebam mayat atau livur mortis (post-morten hypostatis, suggilation) adalah tanda pertama bahwa korban pasti meninggal dunia. Hal ini dikarenakan jantung berhenti bekerja, maka tidak ada lagi sirkulasi darah, akibatnya butir darah mengendap dalam kapiler ditempat yang letaknya rendah. Lebam mayat tidak dapat timbul ditempat yang mengalami tekanan, misalnya; disekitar tulang belikat, tulang belakang dan pantat. Warna lebam mayat pada umumnya adalah merah-ungu. Pada mulanya lebam mayat menjadi pucat bila ditekan, ini disebabkan karena endapan butir darah dalam kapiler berpindah tempat. Setelah kurang lebih 10 jam tidak lagi karena butir darah merah mengalami koagulasi dan sebagian hemolisis dan warna darah memasuki jaringan.

Ringkasnya dapat digambarkan dalam bagan berikut :
Orang meninggal  ------> Jantung berhenti bekerja ------> Sirkulasi darah terhenti ------> Pengendapan butir darah dalam kapiler dalam letak rendah ------> butir darah terkoagulasi  ------> Hemolisis


Kaku mayat

Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah periode pelemasan / relaksasi primer. Hal ini terjadi karena perubahan kimia dalam otot, dan hal ini terjadi serentak disemua otot, baik otot polos maupun otot bergaris. Beberapa saat setelah kematian metabolisme tingkat seluler masih ada, bila cadangan glikogen habis maka energi tidak terbentuk, sehingga perubahan ADP ke ATP tidak terjadi yang mengakibatkan aktin/miosin menggumpal dan otot menjadi kaku.

Tahun 1811, Nyster menyatakan bahwa kaku mayat pertama terjadi di otot rahang kemudian di leher, lengan, badan, tungkai dan menghilang dengan urutan yang sama pula.

Kaku mayat timbul setelah 2-3 jam, dan menjadi lengkap setelah kurang lebih 9 jam dan kemudian lemas sendiri setelah 16-20 jam post mortem.

Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah :
  • pada orang kurus dan bayi, kaku mayat lebih cepat timbul dan cepat pula menghilang
  • suhu tubuh yang meningkat mempercepat timbulnya kaku mayat
  • pada orang dengan gizi buruk, kaku mayat cepat terjadi

Terbentuknya kaku mayat pada tubuh dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
rigor_mortis

Grafik di bawah ini menunjukkan perubahan post mortal yang dikaitkan dengan saat kematian:


Pembusukan
Pembusukan adalah suatu keadaan dimana bahan-bahan organik tubuh mengalami dekomposisi baik yang disebabkan oleh karena adanya aktivitas bakteri, maupun karena autolisis.
Setelah terjadinya kematian, bakteri yang normal ada dalam tubuh segera mengadakan invasi ke dalam jaringan, darah adalah medium yang paling baik untuk perkembangan dan pertumbuhan bakteri tersebut. Bakteri terutama datang dari usus besar, dimana clostridium welchii yang paling dominan.

Tanda awal dari pembusukan akan tampak sebagai pewarnaan kehijauan pada daerah perut kanan bawah,dimana usus besar di daerah tersebut banyak mengandung bakteri dan cairan, selain memang letak usus tersebut dekat dengan dinding perut. Pewarnaan akan tersebar keseluruh perut, dan kemudian ke daerah dada, pada saat ini dapat tercium bau pembusukan. Warna hijau disebabkan oleh karena terbentuknya sulf-Hb , dimana H2S yang berasal dari pemecahan protein akan bereaksi dengan Hb, membentuk Hb-S dan Fe-S.


Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan tubuh yang terjadi dalam kondisi steril, tanpa pengaruh bakteri. Hal tersebut dikarenakan adanya aktivitas enzim proteolitik, yang berasal dari sel itu sendiri yang dilepaskan setelah terjadi kematian.


Proses pembusukan ditandai dengan:
  • Wajah/ bibir bengkak, bola mata menonjol
  • Lidah terjulur, lubang hidung/ mulut keluar darah
  • Badan gelembung, bulla/ kulit ari terkelupas
  • Scrotum / vulva bengkak
  • Kuku/ rambut terlepas
  • Organ dalam membusuk

Saponifikasi atau Adiposera

Adiposera adalah suatu keadaan dimana tubuh mayat mengalami hidrolisis dan hidrogenisasi pada jaringan lemaknya, dan hidrolisis ini dimungkinkan oleh karena terbentuknya lesitinase, suatu enzim yang dihasilkan oleh clostridium welchii, yang berpengaruh terhadap jaringan lemak. Dengan demikian akan terbentuik asam-asam lemak bebas (asam palmitat, stearat, oleat), Ph tubuh menjadi rendah dan ini akan menghambat proses pembusukan. Sedangkan hidrogenisasi adalah proses perubahan asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak jenuh.

Mumifikasi

Merupakan suatu proses pembusukkan yang lambat. Mumifikasi dapat terjadi bila keadaan lingkungan menyebabkan pengeringan dengan cepat sehingga dapat menghentikan proses pembusukan. Apabila setelah kematian terjadi sekresi cairan tubuh dari badan dalam suatu lingkungan panas dan adanya aliran udara maka jaringan tubuh akan mengering, menjadi keras dan berwarna lebih gelap. Jaringan tubuh menjadi awet dan tahan terhadap pembusukan.

Perkiraan saat kematian berdasarkan tanda kematian dan pemeriksaan mayat

Hingga sekarang masih belum ada cara yang mudah dan baik untuk menentukan saat kematian. Untuk tidak membuat kesalahan yang besar perlu diketahui saat terakhir korban terlihat masih hidup dan saat korban ditemukan meninggal dunia.

Menurunnya suhu tubuh mayat dapat dipakai untuk memperkirakan saat kematian. Untuk hal ini kita dapat menggunakan rumus :

Saat Kematian = suhu tubuh normal 98,4 F - suhu rektal
                                                    1,5
                         = ................. jam yang lalu

Cara sederhana yang cukup memuaskan dalam memperkirakan saat kematian adalah :
  1. Lebam mayat timbul setelah 15-30 menit, lebam mayat sebelum mayat kurang lebih 10 jam kalau ditekan menjadi pucat aksara
  2. Kaku mayat timbul setelah 2-3 jam. Kaku mayat menjadi lengkap setelah kurang lebih 9 jam. Kaku mayat menghilang setelah 16-20 jam.
  3. Pembusukan mulai 20-24 jam didaerah usus buntu.
  4. Menentukan usia ulat lalat
  5. Sisa makanan dalam lambung dapat membantu penentuan saat kematian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar