Sabtu, 01 Januari 2011

ROBEKAN JALAN LAHIR

2.1 Pengertian
Robekan jalan lahir adalah terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, serviks, portio septum rektovaginalis akibat dari tekanan benda tumpul (Wiknjosastro, Sarwono:178)
Robekan jalan lahir meliputi : Robekan Vagina, Robekan Perineum, dan Robekan Serviks.
2.1.1 ROBEKAN VAGINA
2.1.1.1 Pengertian
Robekan atau laserasi yang sampai pada daerah vagina dan cenderung mencapai dinding lateral dan jika cukup dalam dapat mencapai levator ani. Kadang juga dapat mengakibatkan cedera tambahan pada bagian atas saluran vagina, dekat spina iskiadika.
2.1.1.2 Etiologi
Robekan dinding vagina dapat timbul akibat rotasi forceps, penurunan kepala yang cepat, dan persalinan yang cepat.
2.1.1.3 Diagnosis
Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan dengan spekulum.











2.1.1.4 Patofisiologi
Rotasi forseps               Penurunan kepala yang cepat              Persalinan yang cepat
                                               Robekan dinding vagina

2.1.1.5 Komplikasi
Kolpaporeksis
Kolpaporeksis ialah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini terjadi apabila pada persalinan dengan disproporsi sefalopelvik terjadi regangan segmen bawah uterus dengan serviks uteri tidak terjepitantara kepala janin dan tulang panggul. Kolpaporeksis juga bias timbul apabila pada tindakan pervaginam dengan memasukkan tangan penolong ke dalam uterus dkesalahan, ujung fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar supaya uterus jangan naik ke atas.
Gejala-gejala dan pengobatan kolpaporeksis tidak berbeda dengan ruptura uteri. (Sarwono, 2005:667)

Fistula
Fistula dapat terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung kencing atau rectum. Fistula dapat juga terjadi karena dinding vagina dan kandung kencing atau rectum tertekan lama antara kepala janin dan panggul, sehingga terjadi iskemia, akhirnya terjadi nekrosis jaringan yang tertekan. Setelah lewat beberapa hari postpartum, jaringan nekrosis terlepas, terjadilah fistula disertai inkontinensia. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis, atau fistula uterovesikovaginalis, fistula uterovaeinalis, atau fistula rektovaginalis.
Fistula akibat nekrosis yang biasanya disertai infeksi tidak bias dijahot dengan segera. Kadang-kadang dengan memasang dauerkateter untuk beberapa lama, fistula kecil dapat menutup sendiri, maka sesudah tiga bulan postpartum dapat dilakukan operasi untuk menutupnya.
2.1.1.5 Penatalaksanaan
Perdarahan biasanya banyak dan mudah diatasi dengan jahitan. Apabila ligamentum latum terbuka dan cabang-cabang arteri uterina terputus, timbul banyak perdarahan yang membahayakan jiwa penderita. Apabila perdarahan tersebut sulit dikuasai dari bawah, terpaksa dilakukan laparotomi dan ligamentum latum dibuka untuk menghentikan perdarahan, jika hal terakhir ini tidak berhasil, arteria hipogastrika yang bersangkutan perlu diikat. (Sarwono, 2005:666)

2.1.2 ROBEKAN PERINEUM
2.1.2.1 Pengertian
Robekan atau laserasi pada perineum pada suatu persalonan karena sebab tertentu, robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bias menjadi luas.

2.1.2.2 Etiologi
Robekan perineum disebabkan oleh kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa sehingga kepala janin lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal. (Sarwono, 2005:665)
2.1.2.3 Patofisiologi
Kepala janin lahir terlalu cepat
Sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa
Kepala janin melewati pintu bawah panggul
dengan ukuran yang lebih besar
Robekan perineum







2.1.2.4 Tingkat Perlukaan
Tingkat perlukaan pada perineum dapat dibagi dalam :
·         Tingkat I : bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina atau kulit perineum.
·         Tingkat II : bila perlukaan yang lebih dalam dan luas ke vagina dan perineum dengan melukai fasia serta otot-otot diafragma urogenital.
·         Tingkat III : perlukaan yang lebih luas dan dalam yang menyebabkan muskulus sfingter ani eksternus terputus di depan. (Sarwono, 2005:410)

2.1.2.5 Diagnosis
Diagnosis robekan atau rupture perinea ditegakkan dengan pemeriksaan langsung. Pada tempat terjadinya perlukaan akan timbul perdarahan yang bersifat arterial atau yang merembes. Dengan dua jari tangan kiri luka dibuka, bekuan darah diangkat, lalu luka dijahit secara rapi.

2.1.2.6 Penatalaksanaan
Pada perlukaan tingkat I, bila hanya ada luka lecet, tidak diperlukan adanya penjahitan.
Pada perlukaan tingkat II, hendaknya luka dijahit kembali secara cermat. Lapisan otot dijahit simpul dengan katgut kromik nomor 0 atau 00, dengan mencegah terjadinya ruang mati. Adanya ruang mati antara jahitan-jahitan memudahkan tertimbunnya darah beku dan terjadinya radang. Lapisan kulit dapat dijahit dengan benang katgut atau sutera secara simpul. Jahitan hendaknya jangan terlalu ketat, sebab beberapa jam kemudian di tempat perlukaan akan timbul edema.
Penanganan perlukaan perineum tingkat III memerlukan penjahitan secara khusus. Langkah yang pertama yang terpenting ialah menemukan kedua ujung muskulus sfingter ani eksternus yang terputus. Kedua ujung otot dijepit dengan Cunas Allis, kemudian dijahit dengan benang katgut kromik nomor 0 atau 00, sehingga kontinuitas sfingter terbentuk kembali. Simpul jahitan pada ujung-ujung otot sfingter hendaknya dibenamkan kea rah mukosa rektum. Selanjutnya, penjahitan jaringan dilakukan seperti pada penjahitan luka perineum tingkat II.


2.1.3 ROBEKAN SERVIKS
2.1.3.1 Pengertian
Robekan yang terjadi pada persalinan yang kadang-kadang sampai ke forniks; robekan biasanya terdapat pada pinggir samping serviks malahan kadang-kadang sampai ke SBR dan membuka parametrium. (UNPAD, 1984:219)
2.1.3.2 Etiologi
Robekan semacam ini biasanya terjadi pada persalinan buatan: ekstraksi dengan forceps, ekstraksi pada letak sungsang, versi dan ekstraksi, dekapitasi, perforasi dan kranioklasi terutama kalau dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap. (UNPAD, 1984:219)
Apabila serviks kaku dan his huat, serviks uteri mengalami tekanan kuat oleh kepala janin, sedangkan pembukaan tidak maju. Akibat tekanan kuat dan lam ialah pelepasan sebagian serviks atau pelepasan serviks secara sirkuler. (Sarwono, 2005:668)
2.1.3.3 Diagnosis
Perdarahan postpartum pada uterus yang berkontraksi baik harus memaksa kita untuk memeriksa cervix in spekulo. Sebagai profilaksis sebaiknya semua persalinan buatan yang sulit menjadi indikasi untuk pemeriksaan in spekulo. (UNPAD, 1984:220)
2.1.3.4 Patofisiologi
Serviks kaku dan his kuat
Serviks uteri ditekan oleh kepala
Pelepasan sebagian serviks
Robekan serviks
2.1.3.5 Komplikasi
Robekan serviks bias menimbulkan perdarahan banyak, khususnya bila jauh ke lateral sebab di tempat itu terdapat ramus desendens dari arteri uterina. (Sarwono, 2005:411)
Robekan ini kalau tidak dijahit selain menimbulkan perdarahan juga dapat menjadi sebab cervicitis, parametritis dan mungkin juga memperbesar kemungkinan terjadinya carcinoma cervix. (UNPAD, 1984:219)
Kadang-kadang menimbulkan perdarah nifas yan lambat.
2.1.3.6 Terapi
Apabila ada robekan memanjang, serviks perlu ditarik keluar dengan beberapa cunam ovum, supaya batas antara robekan dapat dilihat dengan baik. Jahitan pertama dilakukan pada ujung atas luka, baru kemudian diadakan jahitan terus ke bawah. (Sarwono, 2005:668)
Robekan serviks harus dijahit kalau berdarah atau lebih besar dari 1 cm. (UNPAD, 1984:220)
Pada robekan serviks yang berbentuk melingkar, diperiksa dahulu apakah sebagian besar dari serviks sudah lepas atau tidak. Jika belum lepas, bagian yang belum lepas itu, dipotong dari serviks; jika yang lepas hanya sebagian kecil saja itu dijahit lagi pada serviks. Perlukaan dirawat untuk menghentikan perdarahan. (Sarwono, 2005:412)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar