1.1 Definisi
Abrupsio plasenta (pelepasan plasenta prematur) didefinisikan sebagai lepasnya plasenta yang tertanam normal dari dinding uterus baik lengkap maupun parsial pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih. Sinonimnya adalah perdarahan asidental, ablasio plasentae, dan apopleksi. (Benzion Taber, 1994 : 330).
Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi di atas 22 minggu atau berat janin diatas 500 gram. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desibua basalis yang menyebabkan hematoma retroplasenter. (Sarwono, 2006 : 166).
Solusio plasenta adalah pelepasan sebagian atau seluruhnya plasenta yang normal implantasinya antara minggu 22 dan lahirnya anak (Unpad, 1984 : 120).
Solusio plasenta ialah terlepasnya palsenta yang letaknya normal pada korpus uteri sebelum janin lahir. Biasanya terjadi dalam triwulan ketiga, walaupun dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan. Apabila terjadi sebelum kehamilan 20 minggu, mungkin akan dibuat diagnosis abortus imminens.
1.2 Klasifikasi
Plasenta dapat terlepas seluruhnya : Solusio plasenta totalis, atau sebagian : Solusio plasenta parsialis, atau hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang sering disebut ruptura sinus marginalis. Perdarahan yang terjadi karena terlepasnya plasenta dapat menyelundupkan ke luar di bawah selaput ketuban yaitu pada Solusio plasenta dengan perdarah keluar, atau tersembunyi di belakang plasenta yaitu pada solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, atau kedua-duanya, atau perdarahannya menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban.
1.3 Frekuensi
Solusio plasenta terjadi kira-kira 1 diantara 50 persalinan. Di rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusuma antara tahun 1968-1971 Solusio plasenta terjadipada kira-kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% Solusio plasenta sedang, dan 86% Solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin karena penderita selalu terlambat datang ke rumah sakit, atau tanda-tanda dan gejalanya terlampau ringan, sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya. (Sarwono, 2005 : 377).
1.4 Etiologi
Sebab-sebab terjadinya :
a. Trauma langsung abdomen
b. Hipertensi ibu hamil
c. Umbilikus pendek atau lilitan tali pusat
d. Tekanan pada vena cava inferior
e. Pada pre-eklampsia-eklampsia
f. Saat melakukan versi luar
g. Saat memecahkan ketuban :
· Hamil biasa
· Pada hidramnion
· Setelah persalinan anak pertama hamil ganda
(Manuaba, 2001 : 449)
Disamping itu ada pengaruh :
- Umur lanjut
- Multiparitas
- Defisiensi ac. Falicum
(Unpad, 19984 : 123).
1.5 Patologi
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas.
Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang ada pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagaian dan akhirnya dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina, atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban, atau mengadakan ekstravasasi di antara serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus Couvelaire, menurut orang yang pertama kali menemukannya.
Uterus seperti itu akan terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin akan masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler di mana-mana, yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus, akan tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh kembali, atau akibat nekrosis korteks ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali atau mengakibatkan gawat janin.
Waktu, sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio plasenta sampai persalinan selesai, makin hebat umumnya komplikasinya (Sarwono, 2005 : 379).
1.6 Gambaran Klinik
1.6.1 Solusio plasenta ringan
Ruptura sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak sakit, atau terus-menerus agak tegang. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah teraba. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus-menerus apakah akan menjadi lebih tegang lagi karena perdarahan yang berlangsung terus. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan solusio plasenta ringan ialah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman, yang berbeda dengan perdarahan pada plasenta previa yang berwarna merah segar. Apabila dicurigai keadaan demikian, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.
1.6.2 Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari seperempatnya, tetapi belum sampai dua pertiga permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, atau mendadak dengan gejala sakit perut terus-menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam tampak sedikit, seluruh perdarahannya mungkin telah mencapai 1000 ml. ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya kalau masih hidup dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar didengar dengan stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonik. Tanda-tanda persalinan biasanya tekah ada, dan persalinan itu akan selesai dalam waktu 2 jam. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun kebanyakan terjadi pada solusio plasenta berat.
1.6.3 Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari dua permukaannya. Terjadinya sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh ke dalam syok, dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.
Perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibunya, malahan perdarahan pervaginam mungkin belum sempat terjadi. Besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal
(Sarwono, 2005 : 380-381)
Urinalisis biasanya normal. Proteinuria memberi kesan adanya kaitan dengan preeklampsia. Golongan darah dan rhesus, darah harus dicocoksilang (cross-matched) untuk tujuan transfusi apabila diindikasikan.
1.7 Diagnosis
1. Nyeri
Kontraksi persalinan sering ada sebagai nyeri kontinu; uterus tetanik
2. Pendarahan per vaginam
Jarang ada dalam kasus berat
Pendarahan eksternal bervariasi
3. Bunyi jantung janin berfluktuasi
Hampir selalu melebihi batas-batas normal, umumnya tak ada pada kasus berat
4. Syok
Nadi lemah, cepat, tekanan darah rendah
Pucat, berkeringat dingin, ekstremitas dingin, kuku biru
Jarang syok tak ada pada kasus berat !
1.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding meliputi plasenta previa, “bloody show”, vasa previa, dan lesi servikal.
Abrupsio plasenta berat harus dibedakan dari ruptur uterus dan kehamilan abdominal yang disertai dengan perdarahan intraabdomen. Kondisi-kondisi yang sangat jarang di mana gejalanya menyerupai pelepasan plasenta adalah hemanginoma yang mengalami ruptur, ruptur vena uteri, ruptur hepatik, ruptur arteri lienalis dan krisis sickle cell.
PERBEDAAN PLASENTA PREVIA DAN SOLUSIO PLASENTA
No | Perbedaan | Plasenta previa | Solusio plasenta |
1. 2. 3. 4. 5. 6. | Nyeri & perdarahan Warna darah Keadaan umum Uterus Letak janin Perabaan fornises | Perdarahan mendadak tanpa nyeri Merah segar Sesuai dengan perdarahan yang terlihat Lemas Biasanya ada kelainan letak Lunak | Nyeri mendadak di daerah uterus Merah tua kehitaman Lebih buruk dari perdarahan yang terlihat Tegang dan nyeri Biasanya normal Keras |
1.9 Faktor-Faktor Predisposisi
Meliputi hipertensi (40 – 50% pasien dengan abrupsio plasenta berat sudah cukup untuk membunuh janin yang kaitannya dengan hipertensi), multiparitas, abrupsio sebelumnya (insiden rekurensi rata-rata 10%) dan trauma.
1.10 Komplikasi
a. Pendarahan karena :
· Couvelaire uteri.
· Atonia uteri.
· Pendarahan pascapartus.
b. Gangguan pembekuan darah :
· Intravaskuler koagulasi.
· Fibrinogen berkurang.
c. Gangguan alat vital :
· Kegagalan ginjal akut.
· Dekompensasio kordis.
· Sesak napas-emboli paru.
· Oliguria.
d. Kematian ibu karena :
· Pendarahan yang tidak dapat diatasi.
· Dekompensasi kordis.
· Mudah terjadi infeksi.
· Kegagalan ginjal.
1.11 Prognosis
Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya pendarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya hipertensi menahun atau pre-eklampsia, tersembunyi tidaknya pendarahannya, dan jarak waktu antara terjadinya solusio plasenta sampai pengosongan uterus.
Prognosis janin pada solusio plasenta berat hampir 100% mengalami kematian. Pada solusio plasenta ringan dan sedang kematian janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus dan tuanya kehamilan. Pendarahan yang lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus solusio plasenta tertentu seksio sesarea dapat mengurangi angka kematian janin. Sebagaimana pada setiap kasus pendarahan, persediaan darah secukupnya akan sangat membantu memperbaiki prognosis ibu dan janinnya.
SOLUSIO PLASENTA
Faktor risiko Hipertonia Uteri Nyeri | Kadar Hemoglobin Uji pembekuan darah Pantau produksi urin Konfirmasi USG |
Evalusi keadaan janin Evaluasi medik dan tanda vital Anemia dan koagulopati |
Singkirkan plasenta previa atau abdomen akut lainnya | Kondisi bayi |
Hidup | Mati |
Gawat janin | Normal | Kondisi serviks |
Pembukaan lengkap bagian terendah di dasar panggul | Nilai pelvik tidak memadai | Kaku/rigid Pembukaan 1 jari Penurunan H II-III | Lunak Pembukaan > 3 cm Penurunan H III-IV |
Amniotomi percepat kala II | SEKSIO SESAREA |
PARTUS PERVAGINAM | Amniotomi Akselerasi (infus oksitosin) |
Gambar 14.4 : Penilaian Klinik Solusio Plasenta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar